Ini Tidak Sederhana!

Ada hal yg nampak sangat sederhana buat seseorang, tapi bisa jadi tidak menjadi sederhana bagi orang yg lain. Misalnya : naik mobil!

Mungkin ini kedengarannya berlebihan, tapi faktanya memang ada orang2 yg harus tersiksa jika harus naik mobil, meski segala upaya telah dilakukan agar bisa menikmati perjalanan di atas mobil.

Ada yg hanya mampu naik maksimal 10km. Ada yg hanya mampu naik maksimal 30 menit. Ada juga yg bahkan sudah mabuk ketika mencium bau mobil!

Sekali lagi, mungkin ini kedengarannya berlebihan, tapi aku adalah saksi mata (dan pelaku sejarah) bahwa naik mobil menjadi hal yang sangat tidak sederhana bagi orang2 tertentu.

Orang2 itu salah satunya adalah teman dekatku, yg kini telah menjadi istriku.

----

Dia dilahirkan dan besar di sebuah pulau kecil di tenggara pulau sulawesi. Hidup di sebuah kota kecil, tidak menuntut mobilitas yg tinggi menggunakan mobil. Lagipula sejak kecil dia menyadari bahwa dia sudah merasa punya masalah dengan mobil.

Nyaris tidak ada kondisi yg menuntut dia harus memaksakan diri untuk naik mobil, sehingga dia lebih sering menghindar daripada harus tersiksa di atas mobil. Sesekali dia memaksakan diri naik mobil, hasilnya : mabuk berat!

Hingga suatu waktu, dia mendapat kabar mengejutkan harus kuliah di luar kota. Antara kaget dan bahagia, dia menerima kabar itu, karena yg dimaksud dengan luar kota itu adalah di malang yg jaraknya ribuan kilometer dari rumah. Tentu bukan sekedar jarak yg membuat dia kaget, tp persoalan harus naik mobil!

Pada titik ini, rasa2nya ini adalah perjuangan yg paling dahsyat sepanjang hidupnya. Tapi dengan segala kebulatan hati, dia memberanikan diri untuk menjalani tantangan itu: naik mobil!

Bahkan pada hari keberangkatannya, belum genap mengarungi perjalanan 1km dari pintu rumah, dia telah mabuk berat. Terpikir untuk menyerah, tapi tekad mengalahkan segalanya.

Hingga kemudian dia sampai di gerbang kampus, setelah menjalani detik demi detik yg sangat menyiksa. Tak terhitung berapa kantong plastik berisi muntahan yg ia hasilkan dari perjalanan 2 hari 2 malam itu.

-----

Kadang aku pikir aku punya andil kenapa dia hingga kini masih berkutat pada masalah itu, ketika aku justru menjauhkan dirinya dari mobil. Dengan motor hitamku itu, aku menyusuri perjalanan penuh tawa berkilo2 meter dengannya.

Mulai dari kota hingga pedesaan, dari gunung hingga pantai, dari coban rondo sampai pantai kuta, dari pulau menjangan sampai pulau sempu, dari tanjung perak hingga sendang biru, dari makam bung karno hingga baluran. Dari penderman hingga raung.

Ketika ada kegiatan kemahasiswaan di luar kota, teman2 yg lain asik bercengkerama di dalam mobil ato di atas truk, sedangkan aku selalu bersepeda motor dengannya, tidak peduli hujan atau panas terik menggigit.


Siapapun yg ingin mengajak dia untuk ikut di kegiatannya, harus menyediakan akomodasi berupa motor untuk dia. Ujung2nya panitia akan mengajak aku juga, karena aku dianggap satu paket dengan dia.

Nggak ada loe nggak rame!

Hingga pada suatu titik aku menyadari bahwa keterbatasannya itu adalah cara tuhan mempertemukan aku dengan dia sebagai suami istri!

-----

Ketika anakku masih berumur kira2 6 bulan, tiba2 dia punya punya keberanian untuk naik mobil. Terus terang aku agak was2, apalagi dia masih harus menggendong bayi di pangkuannya. Ajaibnya, ternyata dia tidak mabuk sama sekali selama perjalanan surabaya-malang!

Terbersit, masa2 sulit naik mobil rasa2nya telah lewat. Phobia besar itu telah musnah dengan sendirinya. Mungkin itu bawaan bayi, pikirku. Kini aku bisa ngobrol santai di atas mobil tanpa harus was2 ato pusing bawa2 perkakas anti mabuk.

Awalnya aku pikir hanya kebetulan, tapi setelah perjalanan kedua, ketiga, keempat dan setrusnya, ternyata dia baik2 saja.

Rupanya, badai telah berlalu!

-----

Suatu waktu kantorku mengajak seluruh staf dan keluarga untuk wisata di lombok. Tentu saja, di lombok harus naik bis.

Ada perasaan sedikit was2, tapi aku meyakinkan diri untuk tidak perlu was2 karena istriku sudah bisa naik mobil. Apalagi yg harus dikuatirkan?

Tiba di bandara, untuk antisipasi, aku menyuruhnya untuk minum ant*mo. Satu butir ant*mo diminumnya, di sebuah gerai makanan cepat saji di sudut bandara juanda.

Dan,...hhuuueeekkkkk!!

Dia muntah!

Jantungku berdegup kencang. Perasaan was2ku nampaknya mulai terbukti, bahkan ketika perjalanan belum dimulai. Rasa2nya ini akan jadi perjalanan panjang yg berat!

Sesampainya di bandara selaparang, aku lihat bulu kuduknya berdiri ketika melihat bis putih telah datang menjemput. Aku lihat dia semakin pucat ketika menginjak di pintu bis.

Dan benar, sepanjang perjalanan dia terdiam seribu bahasa di sudut kursi belakang. Rasa2nya ini hanya menunggu waktu. Untungnya tidak lama, telah sampai di destinasi pertama yaitu taliwang irama.

Setelah dari taliwang, keadaan semikin memburuk. Kombinasi bumbu ayam taliwang dan plecing kangkung rasa2nya berkontribusi pada semakin memburuknya kondisi lambungnya.

Hingga pada suatu persimpangan jalan, yg 'ditunggu2' benar2 meledak. Dia tidak kuat lagi menahan gejolak di lambungnya, terkulai lemas di kursi belakang.

Perjalanan terasa sangat lamban, sementara aku terus berusaha menenangkan istriku yg sepertinya dia tidak menghiraukan usahaku itu.

Sesekali dia menarik napas dalam2, lalu tidak lama kemudian meledak lagi. Aku hanya bisa siaga menyediakan tas kresek, sambil menjaga anakku di pangkuanku yg dari tadi terdiam.

Tida di tujuan rumah adat sade, dia bergegas turun menjauh dari bis. Segera dia cari tempat untuk bisa berbaring, menghirup udara segar.

Dia sama sekali tidak mempedulikan atraksi peresean yg seru itu. Yg dia butuhkan hanya menenangkan diri. Dia berbaring di sebuah bale2 adat sade yg biasa digunakan untuk menenun kain tenun.

Dia gusar setengah mati ketika guide memanggil pserta wisata untuk segera kembali di bis, perjalanan di lanjutkan.

Wajahnya kembali pucat. Rasa sakit yg tadi belum habis, tapi sekarang harus naik bis lagi.

Nampaknya dia menyerah, tapi aku terus merayunya untuk tetap semangat. Akhirnya dengan sangat terpaksa dia mau naik bis.

Lagi2, dia hanya terdiam membisu di kursi belakang. Aku hanya berusaha memberinya semangat. Tapi rasa2nya dia tidak mempedulikanku.

Dia meledak beberapa kali, tak ada yg bisa aku lakukan. Aku hanya terdiam.

Hingga pada suatu titik, yang aku kuatirkan benar2 terjadi: anakku juga ikut mabuk!

Jaket, sepatu, kursi hingga lantai bis penuh dengan muntahan anakku. Aku berupaya untuk tidak panik, meski harus mengurus 2 orang mabuk sekaligus!

Teman2 menatap dengan tatapan penuh kasihan, tapi aku tahu tidak ada yg bisa mereka lakukan.

Tiba di pantai tanjung aan, istriku bergegas turun dan menjauh dari bis. Bukan untuk foto2 di pantai cantik yg berpasir putih itu, tapi mencari tempat untuk berbaring.

Di sebuah bale2 di pinggir pantai istriku terkapar tidak berdaya. Di sampingnya terbaring anakku yg berwajah lesu.

Satu yg diminta istriku: cepat carikan ojek motor!!

Busyet, dimana ada ojek motor di tempat seperti ini?

Disebuah kerumunan pertunjukan peresean, aku memberanikan diri mengajak bicara salah satu orang. Aku minta untuk di antar ke mataram.

Mungkin ini pertolongan tuhan, laki2 itu ternyata mau mengantarku ke mataram naik motor. Dia akan mencarikan teman satu lagi, karena aku bilang butuh 2 motor.

Jadilah aku, istriku dan anakku naik motor. Sementara rombongan yg lain dengan nyaman di atas bis berangkat menuju destinasi selanjunya.

Sepanjang perjalanan wisata hari kedua dan ketiga, aku lalui dengan naik motor sewaan. Menyusuri kelok2 jalanan senggigi-penyebrangan gili yg berkilau2 itu.

Aku melaju di belakang laju bis rombongan. Kulihat rombongan bercengkrama di dalam bis.

Ini seperti dejavu!

-----

Setahun berlalu, terdengar kabar kantorku bikin acara wisata ke thailand!

Terus terang awalnya aku ragu untuk memastikan aku ikut atau tidak, karena aku meyakini ini akan jadi perjalanan yg bukan sederhana buat istri dan anakku. Apalagi kalo bukan persoalan mobil!

Serangkaian program latihan disusun, yg mesti dijalani istriku dan anakku.

Program pertama: setiap aku ada kesempatan ke luar kota, aku mewajibkan anakku untuk ikut satu putaran naik taksi. Sementara hasilnya cukup bagus.

Program kedua: naik angkot lyn tv jurusan terminal joyoboyo. Jika sampe ke terminal joyoboyo, kita jalan2 ke bonbin.

Belum semenit duduk di atas angkot yg sedang menunggu berangkat, bulu kuduknya berdiri. Wajahnya juga pucat.

2 menit setelah berangkat, dia mulai gelisah. 5 menit semakin pucat minta turun. 8 menit dia memaksa minta turun ato dia akan muntah di angkot. Program latihan kedua gagal total. Akhirnya pulang naik becak bertiga.

Beberapa minggu program sama sekali tidak berjalan. Terus terang aku masih terbersit untuk tidak ikut ke thailand.

Program latihan kedua akhirnya diulang. Aku menawarkan untuk minum ant*mo cair, tapi dia tidak mau. Dia trauma dengan ant*mo. Kalo tol*k ang*n dia mau. Okelah.

Program berjalan cukup lancar. Dia cukup tenang di atas angkot, meski harus ngemil permen. Akhirnya berhasil sampai di terminal tanpa ada insiden apapun. Karena berhasil, maka dilanjutkan jalan2 ke bonbin.

Pulangnya kita naik angkot lagi dari terminal. Di sini juga lancar, tidak ada insiden apapun. Dia hanya minta duduk di dekat pintu, sambil ngemil kacang rebus.

Alhamdulillah sampe rumah. Aku ucapkan selamat, dia tersenyum. Aku bilang : program selanjutnya minggu depan naik bis ke malang!

Dia pucat!!

Komentar