Revolusi Mental

Salut buat orang2 yg hari gini masih mau naik kendaraan umum. Lebih salut lagi, buat orang2 yg punya kendaraan tapi tetap mau naik kendaraan umum.

Kenapa begitu?

Kini, hampir semua orang bisa beli kendaraan sendiri. Motor, maupun mobil. Dari yg termurah, sampai yang termahal. Dari merek china, hingga merek eropa. Dari yg baru, maupun yg second. Cash, maupun kredit.

Setiap hari, jalanan dijejali 500-an ribu kendaraan baru yang hilir mudik entah kemana. Industri2 kendaraan berpesta pora di negeri konsumen kendaraan terbesar di dunia ini!

Apakah negara diuntungkan dengan pesta pora itu? jelas iya! Pendapatan yg didapat pemerintah dari pajak kendaraan2 itu, konon, cukup untuk bangun 100 bandara baru dan 20 jembatan suramadu!

Bagi pemerintah, mungkin itu kabar baik. Tapi menurutku, itu kabar buruk. Kabar buruk karena kendaraan2 itu ternyata bikin jalanan jadi sangat tidak sehat.

Bukan saja tidak sehat bagi kesehatan, karena polusi yg dikeluarkan jutaan knalpot, tapi juga tidak sehat bagi kesehatan mental karena semakin individualisnya orang2 perkotaan.

Banyak yg mengeluh karena macet. Tapi kebanyakan, mereka tidak menyadari bahwa mereka adalah bagian dari permasalahan yg mereka keluhkan.

Mentang2 bisa beli (kredit) motor, kemana2 naik motor. Begitu dikasih rejeki lebih bisa beli (kredit) mobil, langsung ambil mobil baru, dan kemenyek kemana2 naik mobil. Kendaraan jadi simbol kekayaan.

Macet, sudah pasti. Dan yg paling bikin macet adalah ini : tidak ada yg boncengan. Satu orang satu motor. Sedikit sekali yg bawa boncengan.

Yg mobil juga begitu. Yg seharusnya bisa dinaiki 4 sampai 8 orang, cuman dinaiki 2 orang saja. Banyak juga sendirian.

Menurutku, ini tidak sehat. Ini autisme.

Untuk menyembuhkan dari autisme ini, dibutuhkan apa yang disebut Jokowi...eh...Romo Beni...eh...Tim Sukses...eh...tau' ah kata siapa...sebagai revolusi mental.

***

Tapi mereka tidak bisa terlalu disalahkan. Ini terjadi karena pemerintah yg tidak cepat mengikuti pergerakan jaman. Angkutan umum di-glethakno begitu saja, sementara masyarakat terus bergerak.

Jalanan terus dilebarkan dan dihaluskan, tapi kendaraan murah yg didorong. Tarif angkutan umum dinaikkan, tapi bbm terus disubsidi. Mall diperbanyak, tapi parkir begitu murah. Angkutan massal gak digarap2, tapi produksi dan impor kendaraan jalan terus. Kendaraan pribadi semakin nyaman, kendaraan umum semakin merana.

Dan ketika kendaraan2 itu terjebak di kemacetan, semua mengeluh dan saling menyalahkan.

Mangkanya, orang-orang yang masih mau naik kendaraan umum, terutama yang punya kendaraan sendiri, harus diberi penghargaan. Minimal, dikasih salut. Salut!

***

--Enak juga ternyata berangkat kerja naik kereta, walaupun harus berangkat lebih pagi dari anak2 SD berangkat sekolah--


Komentar