Pulang-lah...

Tentu saja aku sedih. Tapi aku bukan meratap, meskipun aku tak bisa menahan diri untuk tidak menangis. Lagian, untuk apa aku meratap? Kepergiannya tidak layak untuk diratapi. 

Tangisku bukan tangis kesedihan, apalagi penyesalan. Tapi kebanggaan. Kebanggaan terhadap semua yg sudah dia lakukan untukku, anak2nya, suaminya, dan keluarganya.

Seperti yg dia bilang, dia hanya ingin pulang. Dia hanya lelah dan ingin segera pulang.

34 tahun yg lalu dia yg menuntunku keluar dari rahimnya, dan kini aku yg mengantarnya pulang di peristirahatannya. Kubaringkan tubuhnya dengan lembut. Kubelai pipinya dengan rasa hormat. Aku tetap tak bisa hentikan rasa banggaku.


***

Pulang-lah bu, agar kau bisa istirahat dengan penuh. Pejamlah matamu, rebahkan tubuhmu senyaman mungkin. Kutau kau masih ingin melakukan ini itu, tapi kau sudah tidak bisa sembunyikan rasa letihmu. Sudah terlalu lama kau nikmati letihmu. Sudah terlalu banyak yg telah kau lakukan.

Pulanglah, aku akan baik2 saja di sini.


Pulanglah...pulanglah..




Komentar