Kalah Perang

Kuberjalan gontai menyusuri lorong2 rumah sakit itu, mengiringi keranda ibuku. Kulihat wajah bapakku yg juga ikut mengiringi; tatapannya kosong, langkahnya berat, dan sesekali menghela nafas dalam2.

Sesampainya di ujung sana, ia terduduk di bangku sambil berusaha menyadari apa yg baru saja terjadi. Dia tidak menangis, tapi putus asa jelas nampak di wajahnya.

Aku berusaha menenangkannya, meskipun aku sendiri juga tak mampu untuk tegar. Kucoba untuk kuatkan dia, meski aku tahu itu percuma.

Kulihat di balik penutup keranda, aku lihat ibuku masih terbaring di situ. Nyenyak sekali dia di situ. Belum pernah kulihat dia senyenyak itu.

Tapi dia tidak sedang tidur!

Cukup lama aku meyakinkan diri bahwa dia sudah pergi. Bukan tertidur.

Orang yg selama ini begitu kuat, dan tangguh berjuang untuk suaminya, anak2nya, dan saudara2nya itu kini telah pergi untuk selamanya.

Kuantar dia hingga masuk ke dalam mobil yg akan mengantarkannya pulang. Lalu kuberanjak pergi dari rumah sakit itu seperti orang yg kalah perang. Tertunduk. Lusuh. Putus asa. Terpuruk.

......

Komentar