Peminta-minta

Waktu itu, hampir 2 minggu aku nyanggong di alun2 malang, siang dan malam. Memperhatikan pergerakan, tingkah laku, strategi, dan menginvestigasi berapa uang yg bisa dikumpulkan pengemis2 di alun2 itu.

Lumayan, sehari mereka bisa dapat 100rb. Kalau dia mengerahkan 2 orang anaknya (anaknya beneran atau tidak, sy gak tahu) tinggal dikalikan saja. Sebulan, "gaji" mereka sudah mengalahkan gajiku hari ini!

Tapi mereka mengorbankan harga diri, dan masa depan anak2 mereka, demi mendapatkan uang dengan mengemis. Mengemis sudah jadi profesi bagi mereka. Bahkan: hobi!


Kata dosenku, sebut saja pak Rachmat, pengemisan merupakan salah satu bentuk human trafficking alias perdagangan manusia. Ini, kata dosenku lagi, adalah bentuk pelanggaran hak azasi manusia.

Dalam ajaran agama, mengemis juga merupakan perbuatan yg hina. Semua agama mengajarkan kepada umatnya untuk berusah/bekerja untuk untuk mendapatkan rejeki. Bukan dengan meminta2, dan meminta belas kasihan.

Dalam hukum pidana, mengemis juga dilarang. Ada ancaman hukuman pidana-nya. Bisa ditangkap polisi, atau juga satpol PP.

Tapi sayang definisi pengemis itu sangat sempit. Hanya yg berbaju lusuh, wajah dekil, dan bau badan lengkuh yg bisa disebut pengemis. Dan, hanya yg meminta uang2 receh yg bisa disebut pengemis.

Padahal, banyak orang2 di kantor2 pemerintahan, bumn/bumd, swasta, dan lsm yg juga hobi meminta2. Minta komisi atau fee atau jatah. Ada juga yg pake istilah "duit lanang".

Tapi mereka bukan pengemis, karena mereka selalu tampil: necis, modis, dan klemis. Lagian, tongkrongan mereka lebih keren, di kantor2, kafe, restoran, atau hotel. Bukan keliling kampung, apalagi di alun2.

Dan lagi, bukan uang receh yg mereka minta, tapi jutaan. Bahkan sampai puluhan juta.

Tapi mereka punya hobi yg sama: meminta2!

Komentar