Mahasiswa Nyaris

Terkutuklah orang yg menganggap kuliah itu hanya perlu otak. Aku gak tau apakah orang terkutuk seperti itu ada atau tidak. Kalau ada, tlg bawa ke sini, tak kaplok'e cangkeme karo sandal. Plaaakk!!


Aku hitung, kuliah itu 50% itu belajar. Sisanya adalah urus administrasi, menunggu dosen, dan mondar2ir fakultas-rektorat. Proporsi belajar semakin turun drastis ketika tiba2 dapat peringatan tanggal 28 ini harus sudah ujian. Padahal sekarang sudah tanggal 20.

Ribetnya urus administrasi. Selain banyak yg harus diurus, banyak meja yg harus didatangi. Masing2 meja ada di gedung yg berbeda. Ada yg satu gedung, tapi beda lantai. Kalo beruntung, bisa langsung ketemu. Kalo gak beruntung, ini sering, orangnya gak ada di tempat.

Paling males kalo sudah nunggu lama, sudah dekat dapat giliran, eh masuk jam istirahat. 



Belum lagi harus bimbingan penulisan ke 3 dosen yg berbeda. Masing2 punya gaya yg beda. Jangankan dgn dosen lain, dengan dirinya sendiri aja kadang beda. Kemarin bilang kursi, sekarang meja. Besok toko mebel. Lusa apotik.

Mau protes? 

Ini forum bimbingan, bukan rapat RT.

Seakrab apapun di luar kampus, tp kalo ketemu dalam konteks bimbingan, hubungan dosen-mahasiswa mendadak menjadi subordinat. Kadang intimidatif. Sang dosen tiba2 jaim memposisikan diri sebagai pembimbing. Eh... emang pembimbing ding...

Yg tak kalah njembek-nya, ada beberapa urusan yg juga harus diurus di rektorat. Rektorat bukan saja lain gedung, tapi juga lain tempat. 10an kilo dari fakultas, ke arah timur. Di rektorat juga ada beberapa meja yg harus didatangi, dan semua ada di lantai yg beda.

Begitu banyak orang pintar di kampus ini, tidak ada kah yang punya ide membuat sistem pelayanan satu atap. Kalau perlu satu meja dan satu kursi. Semua ngumpul jadi satu di situ. Cobalah sekali2 mengerti perasaan mahasiswa yang nyaris DO ini...


Komentar