Sejak Kapan Mencintai ? / Petualangan Jogja / 7

7. Petualangan Jogja
.
Beberapa hari setelah wisuda, iseng2 aku daftar seleksi penerimaan pegawai BPN. Tak pernah terbersit sedikitpun keinginan untuk jadi pegawai BPN. Tapi, sebagai lulusan baru, rasanya berdosa jika aku tak ambil kesempatan ini. Setidaknya kalau tidak lulus, ini bisa dijadikan semacam try out sebelum mengikuti tes-tes yang lain. Ujian tes tulis akan dilakukan di kampus STPN, Jogjakarta.
.
Rencananya, aku akan berangkat dgn 2 orang teman sekampus. Laki2 dan perempuan. Pasangan yg lagi kasmaran. Lagi hangat2nya pacaran. Aku membayangkan akan menjadi obat nyamuk buat mereka. Senyamuk-2nya.
.
Akhirnya aku punya ide untuk ajak Dia ke Jogja, meski Dia tidak ikut tes. Setidaknya aku tidak jadi obat nyamuk sendirian. Diam2 kubelikan 2 tiket kereta. 1 untuk aku, 1 untuk Dia. KA Sancaka. Kelas bisnis. Sengaja kutaruh 2 tiket kereta itu di atas meja, agar Dia terkejut. Ternyata tidak. Dia tidak tau itu adalah tiket kereta. Dia tidak pernah tahu bentuk tiket kereta kelas bisnis. Dikira itu struk pembayaran PLN.
.
Karena tiket sudah ditangan, terpaksa Dia mau ikut. Anggap saja jalan2. Dia belum pernah ke jogja. Aku juga belum pernah. Jadilah aku berangkat ke Jogja berdua dengan Dia. Sama2 belum pernah ke Jogja.
.
Rencananya, aku akan numpang nginap di rumah kontrakannya adiknya temanku yg kebetulan kuliah di Jogja. Tapi menjelang kereta berangkat di stasiun Gubeng, aku dapat kabar, adiknya temanku itu harus pulang ke Banyuwangi. Rencana nginap di rumahnya gagal total. Aku terancam nggembel di Jogja.
.
Sepanjang perjalanan, di atas kereta, Dia diam membisu. Menenangkan diri. Tak banyak gerak. Seperti menahan sesuatu yang berat. Matanya terpejam, tapi tidak tidur. Makan tak mau, minum pun tak mau. Tak pernah kulihat Dia bisa terdiam selama itu.
.
Jam 9.30 malam nyampe di stasiun Tugu, Jogja. Keluar dari stasiun, tak tahu harus kemana. Pokoknya jalan saja, menyusuri jalan Malioboro yang mulai sepi. Masuk di belokan2, entah jalan apa. Sempat singgah di rumah sakit, siapa tau bisa ngemper di sana, pura2 jadi keluarga pasien. Tapi tidak berhasil. Tidak kondusif.
.
Jalan lagi, entah ke arah timur atau selatan. Belum ada google maps. Capek dan mengantuk. Istirahat sebentar di sebuah lapangan yg ada 2 buah pohon beringin. Mancari2 ide, nginap di mana. Kira2 sudah jam 12an. Terpikir untuk numpang tidur di masjid. Tapi tidak ketemu masjid yg pas.
.
Akhirnya menyerah. Aku putuskan untuk cari penginapan, hotel atau losmen. Cukup lama aku mempertimbangkan menginap di penginapan. Bukannya apa, duit yg aku bawa pas2an. Tidak ada budget untuk nginap. Tapi ini sudah darurat. Sudah terlalu malam. Terlalu capek. Besok pagi aku harus tes.
.
Keberanikan diri untuk buka kamar di suatu penginapan. Entah apa nama penginapan itu. Aku lupa, yang jelas dekat keraton. Harganya 140rb. 2 kamar 280rb. Ah, kemahalan. Duit tidak cukup. Ambil 1 kamar saja, single bed.
.
Akhirnya bisa istirahat. Aku tidur sekamar dengannya. Bukan cuman sekamar, tapi juga sekasur. Tapi percayalah, tidak ada peristiwa apapun malam itu meski tidur sekasur. Aku ngorok, dia tepar.
.
Pagi2, sebelum dia bangun, kutanya2 receptionist angkutan umum yang menuju STPN. Eh, ternyata tinggal naik bis damri depan penginapan. Aku tanya, "jauh nggak?". "Lumayan" katanya. Melihat gerakan alisnya, sepertinya yg dimaksud adalah lumayan jauh.
.
Kubalik ke kamar, dia sudah mandi dan siap2 berangkat. Kupaksa dia untuk makan menu sarapan di penginapan itu, nasi goreng dan telur ceplok. Dia masih belum tahu seberapa jauh dan seberapa lama dia akan naik bis. Kalau aku kasih tahu, pasti dia tidak akan mau makan.
.
Selesai makan, perjalanan pun dimulai. Bis sudah kelihatan dari kejauhan. Ku lihat dia sudah agak pucat melihat bis semakin mendekat. Ketika bis sudah di depan mata, dia tak punya pilihan lain. Ditariknya nafas panjang2, melangkahlah dia ke dalam bis. Melihat panjangnya tarikan nafasnya itu, sepertinya dia sudah tahu ini tidak akan mudah.
.
Belum 2 menit bis berjalan, dia mulai klibatan. Dia gelisah. Dia mulai meraba2 tasnya mencari tas kresek. Aku mulai panik. Semakin panik ketika bis ngetem cukup lama di dekat pertigaan jalan, menunggu penumpang. Cukup lama. 10an menit. Bis jalan atau berhenti, sama saja efeknya buat dia. Sama2 bikin mabuk.
.
Tak lama, yg ditunggu2 akhirnya datang juga. Dia muntah2. Nasi goreng dan telur ceplok, menu sarapan pagi tadi, tak lagi betah di lambungnya. Dia muntah dan mual2 sepanjang perjalanan. Tak ada yg bisa aku lakukan. Nasi goreng dan telor ceplok harus berakhir di tas kresek, dalam bentuk muntahan.
.
Begitu sudah sampai di tujuan, dia tak sabar langsung keluar dari bis. Dia lemas, tapi lega telah menyelesaikan perjuangan melelahkan 30an menit di dalam bis.
.
Singkat cerita, aku ikuti dan selesaikan tes tulis itu dengan susah payah karena tidak adanya persiapan yg cukup. Memikirkan bisa datang ke Jogja saja sudah cukup menyita energi. Tidak ada waktu untuk buka2 lagi buku tentang pertanahan.
.
Selesai ujian, aku langsung bermaksud pulang. Dengan diantar teman naik motor, aku menuju stasiun tugu. Sampe sana, ternyata hanya kereta bisnis dan eksekutif yg berangkat dari stasiun itu. Duitku gak cukup. Duitku hanya cukup untuk beli tiket ekonomi. Terpaksa harus pindah ke stasiun Lempuyangan.
.
Dari stasiun Tugu ke stasiun Lempuyangan, naik becak berdua. Jam 2an siang. Cuaca agak mendung, seperti mau hujan, tapi belum hujan. Angin sepoi2 dingin. Dia girang banget naik becak.
.
Sampai di stasiun Lempuyangan, langsung kubeli 2 tiket ekonomi. Aku lupa nama keretanya apa. Kereta datang kira2 2 jam lagi.
.
Lapar, belum makan siang. Pasti dia juga lapar. Duitku semakin menipis pis. Tapi perut lapar tak lagi bisa ditahan. Ada penjual gudeg di dalam stasiun. Kubeli 2 bungkus nasi gudeg. Karena duit tinggal dikit, sengaja aku tidak pakai lauk. Gudeg saja. Eh, dia nylonong minta tambah telor.
.
Jam 4an sore, kereta datang. Perjalanan pun dimulai.
.
Seperti berangkat, Dia terdiam seribu bahasa sepanjang perjalanan. Menenangkan diri. Tak banyak gerak. Seperti menahan sesuatu yang berat. Matanya terpejam, tapi tidak tidur. Makan tak mau, minum pun tak mau. Baru dua kali ini kulihat Dia bisa terdiam selama itu. Waktu berangkat ke Jogja, dan sekarang pulang ke Surabaya.
.
Karena ini kereta ekonomi, kereta beberapa kali berhenti di beberapa stasiun. Cukup banyak. Ternyata itu lebih menyiksanya. Setelah beberapa jam perjalanan, Dia semakin gelisah. Seperti kesakitan. Tapi tidak muntah. Nafasnya tersengal2.
.
Aku panik, tidak tahu apa yang harus kulakukan kecuali berusaha untuk menenangkannya. Tapi itu tak membantunya. Dia semakin gelisah, aku semakin panik. Puncaknya, tiba2 Dia seperti kejang2. Mengerang. Sesak nafas. Bahkan beberapa saat, seperti berhenti bernafas. Aku benar2 panik. Jantungku berdegup kencang. Duk..duk..duk..
.
Untungnya, tiba2 kereta berhenti di sebuah stasiun. Aku tidak tahu di mana. Aku langsung putuskan untuk turun. Kupapah Dia, sambil kubawa semua barangnya. Begitu turun dari kereta, kubaringkan Dia di kursi panjang. Disitu aku mulai tahu ini stasiun apa. Ada tulisan besar berwarna biru di dinding stasiun: Stasiun Kertosono.
.
Nafasnya masih tersengal2. Beberapa orang menyarankan untuk dibawa ke rumah sakit. Aku mengiyakan, tapi aku biarkan Dia agar istirahat dulu.
.
Tak lama kemudian, kupapah Dia ke pintu keluar. Masih ada beberapa tukang becak yg mangkal di situ. Aku minta diantar ke rumah sakit atau puskesmas terdekat. Di atas becak, Dia masih lunglai. Antara pingsan dan sadar.
.
Tiba di sebuah rumah sakit (klinik atau puskesmas?), Dia dirawat seorang perawat. Perawat itu melakukan pemeriksaan, dan memberikan obat. Ada beberapa obat. Aku tahu Dia tidak bisa minum obat, dan pasti Dia tidak mau minum obat2 itu. Dia cuman minta air putih hangat.
.
Susah payah kucari air hangat. Sudah larut malam, sudah banyak warung yg tutup. Aku terus mencari di sekitar rumah sakit. Cukup jauh, tapi akhirnya dapat juga. Begitu dapat, langsung aku kembali ke rumah sakit.
.
Tiba2 aku punya ide. Aku masukkan obat pemberian perawat ke air panas itu. "Kalau dimasukkan air panas, pasti obatnya larut" pikirku. Pokoknya gimana caranya obat itu masuk ke perutnya.
.
Begitu nyampe, langsung keberikan air hangat itu. Dia langsung minum air itu. "Wuueekk..." Dia langsung memuntahkan air itu, "air apa ini? Pahit!!"
.
Siasatku terbongkar mentah2. Akibatnya, Dia tak mau lagi minum air hangat itu. Untungnya Dia tidak minta lagi air hangat lagi. Sudah agak mendingan. Dia cuman minta ingin istirahat. Ingin tidur.
.
Ketika Dia tidur, aku sempatkan hubungi teman di Malang agar besok pagi menjemput di Kertosono dan antar ke Malang. Naik motor.
.
Bangun tidur, dia sudah segar. Kepalanya masih agak berat, tapi sudah jauh mendingan. Padahal obat dari perawat tak ada satupun yg diminumnya. Dia cuman numpang tidur di rumah sakit itu. Pagi itu, Dia sudah cerewet lagi. Ribut lagi. Normal lagi.
.
Tak lama kemudian temanku datang dari Malang. Lalu mereka pergi ke Malang, naik motor. Aku pulang ke Surabaya, naik bis.
.

sebelumnya || selanjutnya

Komentar