Welly Mengejar Keadilan

Pembunuhan Tuti Suhartini dan Amalia Mustika Ratu (ibu dan anak) di Subang mengingatkanku tentang peristiwa pembunuhan di Simpang Teluk Grajakan-Malang, 17 tahun yang lalu. Korbannya sama: ibu dan anak. Pelaku dan motifnya juga sama: misterius.

***
Siang itu, tahun 2009, datanglah seorang laki2 tua (usia 61 tahun), berkepala botak dan berkumis tebal. Kulitnya legam. Matanya tajam. Bajunya kemeja, dengan 2 kancing atas dibiarkan terbuka. Celana hitam. Jalannya seperti terburu2. Dia ditemani seorang perempuan yg sepertinya jauh lebih muda.
.
Sepertinya mereka punya masalah serius yg ingin diadukan.
.
Laki2 itu mulai memperkenalkan diri. Namanya: Welly S Aluman. Dari namanya dan logat bicaranya, langsung kutahu, dia bukan orang Jawa. Dia lahir dan besar di Kepulauan Luwuk, Banggai, Sulawesi Tengah. Istrinya juga bukan orang jawa. Logatnya sangat jelas terdengar, orang batak. Namanya: Maria Purba.
.
Welly adalah seorang pelaut, dengan jam terbang yg cukup tinggi. Sekolahnya khusus nahkoda. Dia bekerja di sebuah perusahaan kapal di Makassar. Jabatannya kapten. Sekali berlayar, dia biasa tak pulang hingga berbulan2. Tugasnya menahkodai kapal tugboat penarik kapal tongkang. Rutenya, dalam dan luar negeri.
.
Sebagai seorang pelaut yg banyak hidup di laut, Welly memiliki watak yg keras. Itu sangat nampak jelas dari sorot matanya, kerut wajahnya, dan serak suaranya. Meskipun kelihatannya juga berwatak keras, istrinya-lah bertugas untuk menetralisir emosi suaminya yg kadang meledak2, juga menjelaskan penjelasan suaminya yg sering melompat2.
.
Terus terang, agak sulit aku untuk mempercayai begitu saja cerita mereka. Terlalu dramatis dan bombastis. Aku sering ketemu dengan calon klien model begitu. Ujung2nya mengecewakan. Aku punya teori: orang yang menggebu2 bercerita, apalagi victiming him self, 80% adalah membual dan omong kosong.
.
Tapi ternyata yg ini beda.
.
Dia terus bercerita. Sesekali aku mengajukan pertanyaan pemancing. Dia semakin semangat bercerita. Satu per satu bukti mereka tunjukkan untuk mengkonfirmasi cerita. Di situ, aku mulai goyah. Beberapa kliping koran ditunjukkan, dan hampir semua sesuai dengan cerita mereka. Aku semakin goyah. Sialan, orang ini tidak membual!
.
Samar2 aku mulai ingat kasus pembunuhan ibu dan anak di Simpang Teluk Grajakan itu. Awal Agustus 2005. Waktu itu memang heboh kasus pembunuhan itu. Hampir semua tv dan koran memberitakan kasus itu. Waktu itu aku masih jadi tukang syuting. Sehari setelah pembunuhan itu terungkap, kebetulan aku lewat depan rumah itu. Banyak orang yg berkerumun di depan rumah, sekedar ingin melihat lokasi pembunuhan. Puluhan polisi yg sibuk memeriksa dan mengamankan TKP. Hampir semua orang membicarakan kasus itu, bahwa pelakunya adalah suaminya sendiri yg punya istri muda. Rumornya begitu. Tapi aku tidak terlalu tertarik untuk mencari tahu lebih dalam. Hanya samar2 saja aku tahu kasus itu.
.
Dari cerita Welly itulah aku tahu lebih detail peristiwa itu:
.
Mujiati adalah istri sah Welly. Pernikahannya dengan Mujiati tidak dikaruniai anak. Mereka kemudian mengangkat anak, yakni Agna Rini Ismi. Karena ketidakharmonisan, awal tahun 2004, Welly menceraikan Mujiati. Perceraian itu meninggalkan harta bersama sebuah rumah yg cukup besar di Simpang Teluk Grajagan. Mereka sepakat untuk menjual rumah gono gini itu, agar hasil penjualan rumah bisa segera dibagi rata.
.
Datanglah seorang calon pembeli yg berminat membeli rumah itu. Konon dia adalah anggota polisi yg rumahnya tak jauh dari rumah Welly. Mujiati membuat kesepakatan dengan polisi itu. Ketika itu Welly sedang melaut. Calon pembeli itupun memberikan uang tanda jadi 10jt, dan menjanjikan pelunasan diserahkan bulan depan.
.
Minggu demi minggu berjalan. Tibalah bulan depan itu. Tapi tidak ada tanda2 calon pembeli itu melunasi sisa uang pembelian yg dijanjikan. Bulan depannya begitu lagi. Juga bulan2 berikutnya. Tak juga kunjung dilunasi. Sementara Welly dan Mujiati terlanjur menolak beberapa calon2 pembeli yg lain karena terikat dengan tanda jadi yg cuman 10juta itu.
.
Sampai suatu ketika Mujiati, atas permintaan Welly, memberanikan diri untuk menanyakan kelanjutan pembelian rumah kepada si calon pembeli itu. Dia tidak juga memberikan kejelasan. Malah, si calon pembeli itu meminta untuk sertifikat segera diserahkan dulu. Welly menduga sertifikat itu akan digunakan untuk pengajuan pinjaman di bank. Tapi Welly jelas menolaknya. Sebelum ada pelunasan, sertifikat tidak mungkin diserahkan.
.
"Kalau situ gak kasih sertifikatnya, batal saja" begitu kata si calon pembeli yg kesal mendengar penolakan Mujiati menyerahkan sertifikat.
.
Begitulah, akhirnya kesepakatan jual beli itu pun tidak ada kejelasan. Welly menganggap jual beli batal. Tapi masalah tidak selesai di situ, karena si calon pembeli itu meminta agar uang tanda jadi 10jt dikembalikan saat itu juga.
.
Berulang kali dia menagih. Tapi Mujiati tak menurutinya, karena merasa yg membatalkan kesepakatan itu dia sendiri. Lagi pula, Mujiati juga merasa dirugikan karena berlarut2nya pelunasan. Begitu banyak penawaran dari orang lain yg dia tolak.
.
Ketika transaksi itu dilakukan, Welly sedang bertugas di laut. Beberapa hari kemudian Welly pergi berlayar ke Sulawesi, sekaligus pulang kampung menemui Maria Purba, istri (barunya) dan anaknya di Luwuk. Transaksi penjualan rumah, diserahkan dan dilakukan sepenuhnya kepada Mujiati.
.
Hanya itu yg Welly tahu tentang transaksi jual beli rumah yg tidak jelas itu. Itulah satu2nya konflik dengan orang lain yg melibatkan Mujiati. Welly menduga dan yakin pembunuhan Mujiati terkait dengan konflik itu. Cerita itu telah diceritakan pada penyidik, tapi tidak pernah ditindaklanjuti. 
.
Hingga pada suatu hari, ketika sedang mengantar anaknya ke sekolah, Welly tiba2 dijemput oleh 2 orang polisi dari Polresta Malang. Welly langsung diborgol dibawa ke kantor polsek Luwuk. Polisi itu menjelaskan Welly ditangkap karena dugaan pembunuhan. Mujiati ditemukan tewas mengenaskan di bak kamar mandi, dan Agna Rini Ismi tewas di kamar tidur bersimbah darah. Welly dituduh pelaku atau otak pembunuhan itu.
.
Welly jelas membantah tuduhan itu. Alibinya jelas, Agustus 2005 dia berada di Luwuk. Tapi Welly tetap harus dibawa ke Malang hari itu juga, untuk menjalani pemeriksaan. Dugaan motifnya sangat jelas dan sederhana, Welly ingin menguasai harta gono-gini. Itu juga yg banyak dibicarakan orang setiap hari: "siapa lagi kalau bukan mantan suaminya sendiri?".
.
Berhari2 Welly harus menginap di polresta Malang, menjalani pemeriksaan, tanpa status yg jelas. Apakah saksi, apakah tersangka. Dia tidak memiliki pengetahuan tentang proses hukum, sehingga tdk terpikir untuk menanyakan itu ke polisi. Ia tidak didampingi siapapun.
.
Sampai kemudian penyidik kelihatan putus asa, tidak menemukan bukti bahwa Welly terlibat dalam pembunuhan itu. Tp Welly sudah terlanjur ditahan lebih dari 3 minggu di Polresta. Bukan saja ditahan, dia juga beberapa kali menjalani pemeriksaan secara supranatural dan hipnotis di kantor kepolisian. Keterangan yg dicari2: pengakuan; tak juga didapat meskipun ditanyakan di bawah alam sadar. Welly kemudian dilepas begitu saja. Seperti orang melepas kucing di pasar.
.
Maria Purba, istrinya, juga terkena imbasnya. Di depan rumahnya, banyak polisi yg melakukan penjagaan di depan rumah siang malam, setiap hari. Dia tidak tidak bisa kemana2. Dia seperti menjalani tahanan rumah.
.
Rumah di Simpang Teluk Grajakan sebagai lokasi kejadian, ditetapkan sebagai TKP dan dipasang police line. Tak seorang-pun dibolehkan masuk dan mengambil barang2 dari dalam rumah.
.
Proses pemeriksaan di kepolisian berjalan tanpa arah. Tidak ada bukti yg mengarah pada Welly sebagai pelaku atau otak pembunuhan. Welly memutuskan untuk pulang ke Luwuk. Untuk menenangkan diri. Juga menenangkan istrinya.
.
Lingkungan di sekitar rumahnya di Luwuk terlanjur memvonis Welly sebagai pembunuh. Hal itu jelas berpengaruh pada psikologis istri dan 2 orang anaknya. 
.
Waktu terus berjalan. 4 tahun berlalu. Tidak juga ada kabar tentang pengungkapan kasus pembunuhan Mujiati. Welly sudah terlanjur dicap orang2 sebagai pelaku pembunuhan. Pembunuh berdarah dingin. Tidak manusiawi. Sadis. Brutal.
.
Welly bertekad untuk membersihkan namanya. Dan sekaligus mengurus rumah dan isinya yg bertahun2 disita kepolisian tanpa kejelasan. Dibawa-lah anak dan istrinya meninggalkan Luwuk, menuju Malang. Tujuan pertamanya adalah: LBH Malang.
.
Di situlah aku pertama kali bertemu dengan mereka.
.
Berbekal surat kuasa dari Welly, aku mengajukan permintaan kunci rumah. Awalnya polisi menolak dengan penuh drama, alasannya karena statusnya masih dalam sitaan, dll. Aku minta surat penyitaannya. Polisi berkelit. Intinya, aku menduga tidak pernah ada surat penyitaan itu. Aku ngotot tetap minta kunci rumah, atau aku akan persoalkan penyitaan itu. Bergain-ku semakin tinggi. Polisi tak berkutik. Kunci itu akhirnya diserahkan padaku.
.
Keesokan harinya, aku dan Welly datang di rumah lokasi kejadian. Itulah pertama kalinya rumah itu dibuka setelah bertahun2 sejak kejadian pembunuhan itu. Terus terang aku agak merinding masuk ke rumah itu.
.
Begitu pintu dibuka, nuansa horor langsung terasa. Rumah terlihat gelap dan lembab. Aliran listrik telah lama diputus PLN. Lantai rumah terlihat begitu banyak debu. Beberapa jejak kaki masih terlihat di lantai. Perabot2 masih tertata seperti rumah pada umumnya, tapi sarang laba2 ada di mana2. Aroma khas rumah kosong tercium.
.
Welly menguasai betul rumah itu. Dia tunjukkan dan jelaskan satu per satu ruangan. Lalu dia menuju ke kamar utama. Di kamar itulah Agna Rini Ismi ditemukan tewas di atas tempat tidur. Semakin merinding aku ikut masuk ke kamar itu, karena ruangan itu jauh lebih horor. Di lantai terdapat beberapa bercak, yg aku duga adalah darah yg mengering.
.
Di atas ranjang ada kasur lusuh, dengan bekas genangan darah yg sudah mengering di bagian tengah kasur. Di situlah jasad Agna Rini Ismi ditemukan, dan mungkin di situlah dia dieksekusi. Langsung terbayang2 bagaimana peristiwa itu terjadi. Aku tak berani lama2 di kamar itu.
.
Welly terlihat mencari sesuatu. Dia membuka beberapa laci dan lemari. Entah apa yg dicarinya. Lalu dia menuju ruang makan.
.
Di atas meja makan masih ada beberapa botol saos atau kecap yg sudah menghitam. Dia sempat buka kulkas yg tidak jauh dari meja makan itu. Ada beberapa sosis, telur, dan makanan yg sudah tidak jelas bentuknya, telah mengering dan menghitam. 
.
Lalu dia menunjukkan bak kamar mandi di mana diberitakan Mujiati ditemukan tewas. Aku hanya mengangguk2, tak berani melihat.
.
Tidak sampai 30an menit aku dan Welly di dalam rumah itu. Welly mengambil kesimpulan: ada beberapa barang yg hilang. Yg paling dia ingat adalah TV dan sertifikat rumah.
.
Aku terpaksa harus mempersoalkan masalah ini. Terlalu banyak yg tidak beres dalam kasus ini. Beberapa penyidik aku laporkan di Propam Polda Jatim. Karena laporan itu, komunikasiku dengan penyidik2 itu menjadi tidak lagi nyaman dan cair.
.
Pernah suatu waktu aku datang ke kantor Polresta untuk mengirimkan surat untuk perkara yg lain, aku dipanggil salah satu penyidik dan didudukkan di suatu ruangan dikelilingi 3 atau 4 orang penyidik. Pintu ruangan ditutup rapat. Mereka menginterogasi dan menanyakan dgn nada menekan, apa mauku. "Sederhana saja" kataku, "ungkap siapa pembunuh Mujiati dan kembalikan barang2 milik Welly". Tidak ada jawaban yg benar2 clear dari penyidik2 itu. Penjelasan mereka berputar2 dan cari2 alasan. Mereka tidak berhasil menekanku karena aku tenang saja di ruangan itu.
.
Setelah keluar dari ruangan itu, aku baru menyadari bahwa yg barusan terjadi di ruangan polisi itu adalah situasi yg kritis. Sesuatu yg buruk bisa saja terjadi padaku. Aku sendirian di ruangan itu dengan berat badanku yg hanya 45kg, dan dikelilingi 4 orang penyidik berbadan tegap dan bersenjata, yg secara psikis sangat emosional karena aku laporkan mereka ke Propam dan blow up di media.
.
Setelah mondar2ir di propam dan kirim surat kemana2, aku dengar penyidik2 itu akhirnya dijatuhi hukuman dan dicopot dari jabatannya. Aku tidak bangga dengan dihukumnya penyidik2 itu, karena itu bukan targetku. Yg penting adalah pengungkapan kasus dan pengembalian rumah milik Welly.
.
Sampai terakhir aku menangani kasus itu, pembunuhan Mujiati dan Agna Rini Ismi tidak juga berhasil diungkap. Tapi rumah, TV, dan sertifikat telah dikembalikan sepenuhnya kepada Welly. Welly sangat bersyukur itu sudah diserahkan. 
.
Aku dengar Welly berusaha untuk menjual rumah itu. Tapi, aku tahu, tidak akan mudah menjual rumah itu. Siapa yg mau membeli rumah bekas pembunuhan?
.
Aku dikasih gratis pun tidak mau..


Komentar