Caleg stres, aku rapopo
Sebagai sebuah pekerjaan, jadi anggota dpr itu bukan pekerjaan yg lazim. Karena untuk jadi anggota dpr, harus mengajukan lamaran kpd ribuan, atau ratusan ribu orang. Dan harus bisa meyakinkan ribuan orang itu sekaligus.
Boro2 meyakinkan ribuan orang, meyakinkan 2 orang saja aku pernah gagal. Gatot, gagal total.
Dulu, 2004, waktu aku melamar untuk jadi staf analis kredit di bank swasta, aku harus melewati tahap wawancara oleh 2 orang user.
1 orang menanyaiku tentang motivasi mengajukan lamaranku. Dan, 1 orang lagi menanyaiku tentang pengalaman kerja dan pengalaman organisasi.
Aku berikan jawaban yg terbaik yg aku bisa jawab. Tutur kataku kuatur sedemikian rupa agar kelihatan intelek. Kuperhatikan betul posisi duduk-ku selama wawancara. Eye contact juga aku jaga betul.
Namun hasilnya nol besar: aku ditolak. Aku tidak pernah menerima panggilan kerja dari bank itu hingga detik ini. Yang menyakitkan, orang terakhir yg mewawancaraiku bilang begini: "lain kali pakai pakaian yang rapi ya".
Juedderr!!
Juedderr!!
Padahal seumur2 baru kali itu aku pakai celana kain, kemeja lengan panjang dan bersepatu fantovel. Masak begitu dibilang kurang rapi?
Untuk jadi seorang staf analis kredit itu aku cuman perlu meyakinkan 2 orang, dan aku gagal. Aku jd bisa membayangkan betapa beratnya jadi anggota dpr yg harus bisa meyakinkan ribuan orang.
****
Mungkin karena faktor sadar diri, membuat banyak caleg merasa harus melakukan 1001 cara untuk bisa terpilih jadi anggota dpr. Dan itu harus dilakukan jauh2 hari.
Bendera, spanduk dan baliho adalah cara kuno yg masih banyak dilakukan para caleg2 itu, termasuk stiker2 yg nempel di angkot2 itu. Harus tersebar dimana2.
Beberapa acara2 yg mengumpulkan banyak orang, dia hadiri. Kalo perlu, dia yg membiayai. Seperti: pertunjukan wayang, konser dangdut, pasar malam, pertandingan tinju, hingga acara agustusan.
Semua undangan kondangan akan mereka datangi, terutama di wilayah dapilnya. Meskipun gak kenal tetap merasa harus datang. Karena ada maunya, gak mungkin amplopnya cuman 50rb, apalagi 20rb. Paling nggak 500rb ato sejuta. Seminggu bisa 4-6 kali.
Kemana2 harus senyum, rajin menyapa, royal memberi sesuatu dan tidak boleh lupa bawa kartu nama. Harus sok kenal sama semua orang pokoknya.
Penampilan juga harus dijaga. Rambut harus klemis, kemeja juga harus rapi. Sepatu mengkilat, celana licin dan cincin berkilau. HP juga harus keren. Pulsa gak harus banyak, tp merek hp harus nomer wahid.
Tentu mereka harus punya dana yg cukup besar jika ingin benar2 lolos. Harus habis2an. Di sini letak gak lazim-nya, mereka harus keluar banyak uang untuk dapat satu pekerjaan yang masanya cuman 5 tahun.
Sedangkan ketika aku gagal meyakinkan 2 orang pegawai bank swasta, aku cuman modal kemeja lusuh. Celana dan sepatu fantovel aku pinjam punya temanku. Modal segitu itu lazim untuk pekerjaan yg gajinya mungkin gak jauh dari UMR.
Mereka dan aku adalah sama, yaitu: sama2 pencari kerja. Cuman bedanya, mereka habis2an keluarkan duit, tapi aku cuman modal kemeja, celana dn sepatu lusuh. Itupun pinjaman.
Kalo gagal, caleg2 itu bisa stres berat. Malah ada yg harus opname di rumah sakit jiwa. Kalo aku gagal, biasa saja. Gak masalah. Aku rapopo.
Kalo gagal, caleg2 itu bisa stres berat. Malah ada yg harus opname di rumah sakit jiwa. Kalo aku gagal, biasa saja. Gak masalah. Aku rapopo.
Komentar
Posting Komentar