Sejak Kapan Mencintai? / Memenuhi Janji / 6
6. Memenuhi Janji
.
Setelah akhirnya aku dinyatakan lulus dan akan diwisuda, aku tak berharap dia akan datang di wisudaku. Membayangkan pun tidak. Aku maklum kalo dia tidak datang, meski aku ingat betul dia pernah berjanji untuk datang di acara wisudaku. Janji karena kalah taruhan main panco di Manifest.
.
Setelah akhirnya aku dinyatakan lulus dan akan diwisuda, aku tak berharap dia akan datang di wisudaku. Membayangkan pun tidak. Aku maklum kalo dia tidak datang, meski aku ingat betul dia pernah berjanji untuk datang di acara wisudaku. Janji karena kalah taruhan main panco di Manifest.
.
Sore itu, sebelum dia pulang kampung, di Manifest, aku beradu panco dengannya. Dia bertaruh, kalau aku bisa mengalahkannya, dia akan datang ke wisudaku. Aku tak mengejar taruhannya. Mau datang atau tidak itu terserah dia. Lagian, kurasa dia tak serius bertaruh. Ini murni masalah gengsi. Masak aku kalah panco lawan dia.
.
Dia mengerahkan tenaganya. Aku juga. Dia ingin menang, tapi aku tak mau kalah. Dia ngotot. Mukanya mrengut. Matanya melotot. Lengannya mengeras. Uratnya membatu. Tapi aku tak peduli. Aku tetap yakin bisa mengalahkannya.
.
Setelah beberapa menit kubiarkan dia di atas angin, kulancarkan serangan mematikan tanpa ampun. Kubanting lengannya ke bawah. Jleeesssh. Tangannya menyentuh lantai. Dia kalah. Aku menang. Dia mengaku kalah.
.
Aku tertawa. Dia mringis. Gengsiku terselamatkan.
.
Aku tak merasa taruhan sore itu sebagai janji yang perlu dikenang, apalagi untuk ditagih2. Itu hanya untuk seru2an saja. Lagian, aku sadar tak mudah buat dia untuk kembali datang ke Malang hanya untuk sekedar menghadiri wisudaku, di akhir bulan Desember. 2003.
.
Tapi takdir berkata lain.
.
Awal desember, 2003, tiba2 ada kabar mengejutkan. Dia dinyatakan lulus tes tulis seleksi calon hakim di Makassar, dan harus mengikuti 1 tes lagi di Jakarta. Tak banyak yang berhasil lolos tes tulis itu. Dari ratusan, yang lolos hanya puluhan. Jika dia lolos tes itu, jadilah dia hakim.
.
Berangkat-lah dia ke Jakarta. Karena harus segera tiba di Jakarta, dia terpaksa harus naik pesawat. Tak mungkin naik kapal. Gak ke-uber. Tiket mahal gak masalah. Yang penting dia tiba di Jakarta tepat waktu. Awal bulan Desember dia berangkat ke Jakarta dari bandara Kendari. Walter Monginsidi. Sekarang namanya diganti bandara Haluoleo, sultan keenam Kesultanan Buton.
.
Setibanya di Jakarta, dia ikuti serangkaian tes. Dia berusaha agar bisa tembus dari tes itu. Tapi sayang, panitia seleksi menyatakan dia tidak lolos. Dia gagal. Meskipun gagal, dia tak terlalu kecewa. Biasa saja.
.
Selesai urusan di Jakarta, dia ingat punya 1 misi lagi yang harus diselesaikan di tanah Jawa ini: wisudaku.
.
Dari Jakarta, dia nekad ke Malang. Naik Kereta. Dia tak pernah naik kereta sejauh itu. Itu akan jadi perjalanan yang melalahkan, dan mungkin menyakitkan. Tapi janji tetap janji. Dia bertekad untuk datang ke wisudaku.
.
Belum sampai kereta di Malang, dia tak sanggup melanjutkan perjalanan. Biasa, mabuk. Dia terpaksa turun di Kandangan, Kediri. Setelah istirahat sesaat, dia melanjutkan perjalanan ke Malang naik ojek. Motor.
.
Tak ada yang menduga dia kembali lagi ke Malang. Aku pun tidak. Orang tuanya apalagi. Justru orang tuanya melarang dia ke Malang. Tapi dia kapatuli. Keras kepala. Dia tetap ke Malang, dan akhirnya bisa datang ke wisudaku.
.
Lulus tes tulis calon hakim itu ternyata hanya perantara agar dia bisa datang ke wisudaku.
.
sebelumnya || selanjutnya
Komentar
Posting Komentar