Tidak Cukup Sekuat Baja
Punya rumah sendiri sering dikaitkan dengan simbol kemapanan dan kesejahteraan sebuah keluarga. Tapi sayangnya tidak semua orang dapat mewujudkan keinginan punya rumah sendiri. Timpangnya antara penghasilan dan harga rumah sering jadi penyebab utama. Semakin timpang, semakin mustahil punya rumah sendiri.
.
Tapi bagi sebagian orang, ketimpangan bukanlah alasan utama. Tantangan utamanya adalah tekad. Hanya dengan tekad yg sekuat besi baja dan sekeras batu karang yg bisa menguatkan diri menghadapi beratnya menanggung cicilan rumah. Bartahun2. Ini bukan cuma tantangan bagi suami saja, atau bagi istri saja. Ini tantangan bagi seluruh anggota keluarga: suami, istri, bahkan anak!
.
Aku termasuk golongan orang seperti paragrap 2 di atas. Timpang, tapi aku bertekad. Istriku lebih bertekad lagi. Di atas kertas, aku tidak masuk kualifikasi penerima KPR. Pertama, entah karena alasan apa, pekerjaanku dikualifikasi high risk. Kedua, gajiku timpang dengan harga rumah. Dari simulasi KPR, gajiku nyaris identik dengan angsuran KPR sebulan, dengan tenor terpanjang sekalipun.
.
Menurut SOP, angsuran KPR tidak boleh lebih dari sepertiga gaji. Bukan karena kasihan, tapi bank kuatir situ nunggak bayar angsuran KPR. Kredit kemudian macet. Kalau banyak yg macet, bank bisa bangkrut. Kolaps. Kukut.
.
Di atas kertas, pengajuan KPR ku pasti akan ditolak. Karenanya, ada perasaan minder dan tidak percaya diri. Bayang2 penolakan bank itu terngiang2 di telinga, meski DP sudah nyaris terbayar lunas. Sangking minder-nya, aku gak PD menampakkan diri pada tukang2 yang mengerjakan rumah, dan mengaku sebagai pemilik rumah.
.
Tapi benar kata orang, bank tidak pernah punya agama. Dia tidak tahu bahwa rejeki bukan cuma dari gaji bulanan. Bank juga tidak percaya bahwa Tuhan memberikan rejeki dari segala arah yang tidak diduga2. Bank juga tidak percaya jika Tuhan itu maha berkehendak.
.
Alhamdulillah, KPR-ku kini sudah masuk tahun kelima. Seperempat dari tenor KPR. Perjalanan masih panjang. Ikat pinggang masih harus dikencangkan. Keringat masih perlu diperas. Tulang masih perlu dibanting.
.
Melihat harga rumah sekarang ini membuat aku bersyukur diberi keberanian ambil rumah 5 tahun yg lalu. Harga rumah sekarang ini jauh lebih tidak masuk akal. Dengan luas hanya separuh dari rumahku, tp harganya sudah 2 kali lipat dari harga rumahku. Bahkan banyak yg 3 kali lipat.
.
Rasanya, tekad sekuat besi baja dan sekeras batu karang tidak akan cukup untuk bisa beli rumah sekarang ini. Perlu tekad yg sekokoh titanium, dan setangguh osmium.
.
Tapi bagi sebagian orang, ketimpangan bukanlah alasan utama. Tantangan utamanya adalah tekad. Hanya dengan tekad yg sekuat besi baja dan sekeras batu karang yg bisa menguatkan diri menghadapi beratnya menanggung cicilan rumah. Bartahun2. Ini bukan cuma tantangan bagi suami saja, atau bagi istri saja. Ini tantangan bagi seluruh anggota keluarga: suami, istri, bahkan anak!
.
Aku termasuk golongan orang seperti paragrap 2 di atas. Timpang, tapi aku bertekad. Istriku lebih bertekad lagi. Di atas kertas, aku tidak masuk kualifikasi penerima KPR. Pertama, entah karena alasan apa, pekerjaanku dikualifikasi high risk. Kedua, gajiku timpang dengan harga rumah. Dari simulasi KPR, gajiku nyaris identik dengan angsuran KPR sebulan, dengan tenor terpanjang sekalipun.
.
Menurut SOP, angsuran KPR tidak boleh lebih dari sepertiga gaji. Bukan karena kasihan, tapi bank kuatir situ nunggak bayar angsuran KPR. Kredit kemudian macet. Kalau banyak yg macet, bank bisa bangkrut. Kolaps. Kukut.
.
Di atas kertas, pengajuan KPR ku pasti akan ditolak. Karenanya, ada perasaan minder dan tidak percaya diri. Bayang2 penolakan bank itu terngiang2 di telinga, meski DP sudah nyaris terbayar lunas. Sangking minder-nya, aku gak PD menampakkan diri pada tukang2 yang mengerjakan rumah, dan mengaku sebagai pemilik rumah.
.
Tapi benar kata orang, bank tidak pernah punya agama. Dia tidak tahu bahwa rejeki bukan cuma dari gaji bulanan. Bank juga tidak percaya bahwa Tuhan memberikan rejeki dari segala arah yang tidak diduga2. Bank juga tidak percaya jika Tuhan itu maha berkehendak.
.
Alhamdulillah, KPR-ku kini sudah masuk tahun kelima. Seperempat dari tenor KPR. Perjalanan masih panjang. Ikat pinggang masih harus dikencangkan. Keringat masih perlu diperas. Tulang masih perlu dibanting.
.
Melihat harga rumah sekarang ini membuat aku bersyukur diberi keberanian ambil rumah 5 tahun yg lalu. Harga rumah sekarang ini jauh lebih tidak masuk akal. Dengan luas hanya separuh dari rumahku, tp harganya sudah 2 kali lipat dari harga rumahku. Bahkan banyak yg 3 kali lipat.
.
Rasanya, tekad sekuat besi baja dan sekeras batu karang tidak akan cukup untuk bisa beli rumah sekarang ini. Perlu tekad yg sekokoh titanium, dan setangguh osmium.
.
Komentar
Posting Komentar