"rapi aja mas, yg depan jangan terlalu pendek"

Sudah lama aku pengen menulis ini, tapi aku sering ragu, apakah ini penting untuk ditulis atau tidak. Aku khawatir ini bukan saja tidak penting, tapi juga memalukan. Tapi sudahlah, aku tulis saja.

Pertanyaan yg paling aku tidak suka kalau aku cukur rambut adalah "dipotong gimana ini mas?"

Aku jauh dari tipe laki2 macak. Lagian apa juga yg dipacak'i, wajah pas2an gini. Karena jarang macak, apalagi baca majalah2 mode, jadi aku tidak punya referensi yg cukup tentang model2 potongan rambut. Kalaupun aku tahu, aku yakin gak akan matching dengan mukaku yg item, jidad lebar dan kepala peyang ini.

Setiap aku ditanya begitu, aku hanya njawab: "rapi aja mas, yg depan jangan terlalu pendek". Dari dulu sampai sekarang, itu terus jawabanku. Dari sebelum jaman reformasi!

Selama dicukur, aku serahkan sepenuhnya nasib rambut dan penampilanku ke tukang cukur, yg aku tidak tahu apakah dia punya ijin praktek tukang cukur atau tidak. Aku gak pernah komentar, apalagi komplen. Tidak pernah. Benar2 pasrah.

(Sek..sek.., emang tukang cukur ada ijin prakteknya ya?)

Setiap pulang dari tempat cukur, komentar istriku selalu sama: "hah begitu lagi?".

Gimana gak begitu lagi, wong setiap ditanya tukang cukur jawabanku selalu "rapi aja mas, yg depan jangan terlalu pendek".

Yg repot kalo tukang cukurnya ganti, jawaban "rapi aja mas, yg depan jangan terlalu pendek" pasti dipersepsikan berbeda2 oleh tukang cukur. Kadang yg depan terlalu pendek, kadang yg belakang terlalu tipis.

Dulu pernah, karena gak tahan dengan sindiran istriku, aku nekat coba2 cukur rambut di salon japaness style. Aku juga gak tahu gimana model japaness style itu. Bayanganku, mungkin japaness style itu kayak rambut Kitaro Minami atau Saint Saiya gitu. Entahlah.

Pulang dari salon itu, bukannya memuji, istriku malah tertawa terbahak2. Kayak habis dikrikiti tikus katanya. Sialan.

Huh jadi serba salah. Ah mending kembali ke "rapi aja mas, yg depan jangan terlalu pendek" aja deh..

Beberapa bulan terakhir ini, aku punya tempat cukur langganan. Sebenarnya aku gak terlalu sreg dengan pemahaman mereka dengan style "rapi aja mas, yg depan jangan terlalu pendek", tapi setidaknya aku sudah bisa membayang2kan akan bagaimana model rambutku setelah cukur. Daripada pindah ke tempat cukur lain, bisa2 hasilnya malah gak jelas.

Sayang tempat cukur langgananku itu sekarang udah kukut. Entah pindah tempat, entah bangkrut. Aku harus cari tempat cukur yg baru. Ini kenyataan yg harus kuhadapi, berhadapan dengan tukang cukur baru yg belum tentu mengerti filosofi "rapi aja mas, yg depan jangan terlalu pendek".

Dengan penuh resiko akhirnya aku nekat masuk ke tempat cukur dekat rumah. Perasaanku tidak enak, tapi aku enak2kan.

Lagi2 aku ditanya: "dicukur bagaimana mas?"

Lagi2 aku jawab: "rapi aja mas, yg depan jangan terlalu pendek"

Setelah selesai cukur, aku pulang. Istriku sudah menunggu di depan pintu. Perasaanku tidak enak, tapi aku enak2kan.

Dia terdiam sejenak, lalu memperhatikan kanan-kiri-belakang, lalu berkata: "kamu itu potong rambut gimana sih, kok juelek begitu. Yg depan terlalu pendek, yg belakang tidak rapi"

Aku hanya nyengir, sambil berkata dalam hati "ah gak papa, yg penting hatinya baik"