Ekhem...ekhem...

Kenaikan harga BBM adalah sebuah keniscayaan. Cepat atau lambat harga BBM akan naik. Siapapun presidennya, dia hanya bisa menunda. Tidak bisa menghindar. Apalagi meniadakan.

Presiden baru, yg dulu nentang kenaikan harga BBM,-pun sudah ancang2 menaikkan harga BBM. Dia tidak punya pilihan lain. Sudah terlalu banyak alasan untuk menaikkan harga BBM sesegera mungkin.

Setelah harga BBM naik, pasti akan disusul dengan kenaikan harga2 yg lain. Tentu saja, gaji juga akan naik. Tapi kenaikan gaji bisa jadi tidak berarti apa2, karena semua harga barang lebih dulu dan lebih naik daripada naiknya gaji.

Pada saat itulah akan banyak tuntutan kenaikan gaji dari para karyawan. Ada yg menuntut secara terbuka, tertulis, unjuk rasa, bahkan mungkin ada yg sampai mogok makan. Tapi banyak juga karyawan yg malu2 menuntut.

Di sini-lah dituntut kepekaan seorang pemimpin, karena memang gak semua karyawan punya hobi menuntut. Mereka tidak menuntut bukan karena tidak butuh lebih disejahterakan, tapi mereka masuk dalam golongan orang2 yg nriman.

Orang yg nriman itu akan mensyukuri berapapun yg dia terima, tapi mereka akan lebih mensyukuri jika yg mereka terima ditambah. Dan lagi, itu akan membuat mereka lebih bahagia. Bukan saja si karyawan yg bahagia, tapi juga anak istri mereka di rumah.

Percayalah, karyawan yg bahagia itu sangat bermanfaat bagi perusahaan!

Tapi by the way, pemimpin yg peka itu  mestinya gak perlu nunggu harga BBM naik untuk naikkan gaji karyawan. Apalagi sampe nunggu karyawan mogok makan.

Seorang pemimpin bisa melihat tanda2 alam kapan karyawannya perlu gajinya dinaikkan.



Pertama, tentu saja, perhatikan kinerjanya. Karyawan yg kinerjanya biasa2 saja, gajinya gak perlu dinaikkan. Karena bisa jadi mereka berkinerja biasa saja karena mereka sudah puas dengan apa yg mereka terima.

Tapi karyawan yg punya kinerja bagus, haruslah diapresiasi. Naikkan gajinya. Karena bisa jadi kinerja yg baik adalah bentuk bahasa protes agar gaji dinaikkan.

Kedua, perhatikan performance-nya. Pemimpin yg peka mesti juga memperhatikan: sepatu, pakaian, celana, tas, kacamata, gadget, dan seterusnya; yg digunakan karyawan sehari2.

Perhatikan mereknya, lalu perhatikan juga sudah berapa lama si karyawan pakai itu semua.

Jika merek-nya branded (apalagi kalau lebih branded dari kepunyaan bos) dan sering gonta2i; bisa jadi gaji sudah lebih dari cukup. Tapi kalo mereknya biasa saja, trus yg dipake itu2 saja, bisa jadi itu adalah, lagi2, bentuk bahasa protes agar gaji dinaikkan.

Ketiga, perhatikan karakternya. Karakter orang itu beda2. Ada orang yg pendiam, tapi di sosmed cerewet-nya minta ampun. Atau sebaliknya, sehari2 cerewet naudzubillah tapi di sosmed datar2 aja.

Artinya pemimpin itu harus menyelami alam pikir karyawannya, di dunia fana, eh...nyata, maupun di dunia maya. Semakin banyak info yg di dapat, semakin lengkap informasi yg diperoleh.

Bisa jadi, di sanalah tempat mereka berkeluh kesah.

Tapi ingat, sosmed itu gak cuman facebook dan twitter saja. Ada path, instragram, bbm, google+, dan seterusnya. Atau ada juga yg hobi nulis di blog, kayak wordpress, tumblr, atau yg kayak punyaku ini: blogspot.

Ada yg terang2 nulis minta gaji naik, ada juga yg cuman nyindir2.

Ekhem...ekhem...

Komentar