Hukuman Kok Mati

Setiap kali ada drama rencana eksekusi, aku, dan aku yakin semua orang, mulai membayang2kan dalam hati "bagaimana ya rasanya berdiri dengan tangan terikat dan mata tertutup di depan para algojo yg mengarahkan senjatanya ke jantung?" Menyeramkan sekali membayangkan itu.

Kematian yg seharusnya menjadi misteri (kapan dan bagaimana datangnya), mendadak menjadi transparan. Ketika sudah berdiri di depan algojo, dengan kepala tertutup dan tangan terikat, kematian benar2 bukan lagi misteri. Apalagi, konon, kalau ternyata belum mati, eksekusi akan diulangi lagi sampai benar2 mati, dengan menembak bagian ini: kepala.

Hukuman mati adalah hukuman yg sangat sangat serius, karena begitu hukuman itu dilaksanakan, orangnya gak bakal bisa balik lagi, alias mati. Beda dengan jenis hukuman lainnya, yg tetap bisa hidup dan bisa mengambil pelajaran dari hukuman yg telah dijalaninya.

Banyak yg menganggap hukuman mati itu melanggar HAM, karena urusan hidup mati mestinya adalah domain tuhan, bukan negara.

Tapi faktanya, beberapa negara, bahkan agama, membenarkan hukum mati. Persoalan apakah ditembak, digantung, dipancung, atau disuntik, itu persoalan teknis. Semua ujung2nya adalah mati.



Beberapa hari lagi, setidaknya 9 orang akan dieksekusi mati di nusakambangan. Semua terdakwa peredaran narkoba, dan semua adalah orang asing.

Menurutku, mereka tidak layak dihukum mati. Bukan karena jenis kesalahan mereka tidak layak dihukum mati, bukan juga karena mereka orang asing, tapi karena hukum di Indonesia yg belum layak menjatuhkan hukum seserius hukuman mati.

Hampir setiap tahun, dan bertahun2, cerita tentang persoalan integritas dan non integritas hukum Indonesia selalu muncul. Dan sepertinya, hukum di Indonesia ini tidak pernah belajar dari skandal2 yg pernah terjadi.

Semua titik penegakan hukum di Indonesia, pernah tercoreng dengan skandal yg memalukan. Mulai suap, gratifikasi, jual beli pasal, sampai intervensi politik. Gak cuman polisi, jaksa dan pengacara, tapi juga hakimnya. 

Belum lagi persoalan2 non-integritas yg "menyempurnakan" persoalan integritas, yakni buruknya manajemen peradilan pidana di hampir seluruh pengadilan di Indonesia, dari tingkat pertama, banding hingga kasasi.

Jangan salah, persoalan2 non-integritas juga memberikan pengaruh yg sangat besar pada akurasi terhadap kebenaran dan keadilan. (Baca: ini)

Jadi: tidak ada jalan lain. Hukum Indonesia harus dihukum untuk tidak menjatuhkan hukuman mati, sampai hukum Indonesia sudah benar2 berwibawa dan berkualitas. Kapankah itu? Jangan tanya saya!

Komentar