Organisasi Rumah Tangga

Fungsi bendahara memang sebaiknya tidak dikait2kan dgn jenis kelamin, karena yg lebih penting sebenarnya adalah adanya kemampuan, dan integritas yg dimilikinya.

Dan, sebaik apapun kemampuan dan integritasnya, seorang bendahara tetap harus bisa berjalan beriringan dengan organ struktur yg lain agar tujuan organisasi bisa tercapai.

Keihlasan dan kepercayaan antar masing2 organ untuk berbagi peran dan fungsi, akan membuat organisasi dpt berjalan tanpa saling mencurigai, saling mengintai, saling menyikut, apalagi saling merendahkan.

Begitu juga dalam berumah tangga.



Rumah tangga itu sesungguhnya merupakan sebuah organisasi, dalam bentuk yg unik. Setiap rumah tangga memiliki model organisasi yg berbeda2, tergantung karakter dan kultur masing2 rumah tangga.

Ada yg semua urusan rumah tangga dimonopoli oleh suami, terutama urusan pengelolaan keuangan. Suami begini punya kekuasaan yg luar biasa, sehingga istri menjadi sangat lemah, dan tidak berdaya.

Suami macam begini biasanya kurang menghargai istrinya sendiri. Sebaliknya, istri akan selalu merasa rendah diri di depan suami, anak, dan orang lain.

Ada juga rumah tangga yg semua urusan rumah tangga dikuasai oleh istri. Suami hanya jadi robot pencari uang, yg harus tunduk patuh pada apapun titah sang istri.

Istri macam begini akan menjadikan suaminya bahan pergunjingan, dan tertawaan orang lain karena dianggap suami lembek, lemah, dan cap "suami takut istri". 

Ada juga rumah tangga yg sedari awal melakukan kesepakatan pembagian urusan dgn tegas. Masing2 tidak boleh mencampuri urusan satu sama lain. 

Rumah tangga model begini, masing2 selalu punya dunia sendiri. Pertemanan, pekerjaan, hobi, kebiasaan, hingga keuangan. Suami kemana, istri kemana. Masing2 tidak saling tahu, dan tidak boleh tahu. Mereka memang hidup merdeka, tapi jiwa mereka kering.

Tiga model rumah tangga itu, tidak menerapkan prinsip berorganisasi yg baik. Tiga2nya tidak ideal.

Rumah tangga yg ideal adalah rumah tangga yg dibangun berdasarkan prinsip saling menghormati, saling menghargai dan saling mempercayai.

Suami/istri tidak boleh merasa lebih berjasa. Juga tidak boleh merasa paling berkorban, apalagi merasa paling sengsara. Pokoknya tidak boleh merasa lebih apapun dari yg lain.

Pembagian peran antar keduanya, tidak untuk menunjukkan siapa yg lebih tinggi dan siapa yg lebih rendah. Dua2nya harus saling menopang, bukan membebani.

Suami tidak perlu risih cuci piring, kupas bawang, belanja di pasar, mengepel, atau setrika baju. Begitu juga istri, tidak perlu gengsi melakukan yg biasa dilakukan suami, asal jangan yg ini: ikut arisan bapak2!

Komentar