Tentang Teater Kedok

Sepanjang yg aku tau, tidak ada satu pun dari garis keturunan dari ibuku, juga bapakku, yg jadi seniman. Apalagi artis. Atas dasar fakta itu, agak aneh aku memutuskan untuk masuk ekskul teater Kedok ketika SMA, daripada bela diri atau basket misalnya.

Tapi masalahnya pun akan kurang lebih sama, karena tidak ada jg garis keturunan orang tuaku yg jadi pendekar atau pemain NBA. Yg pas seharusnya aku, dan kalo perlu semua siswa, ikut ekskul dayung atau renang, karena nenek moyang kita semua adalah pelaut.

Dari segi bakat, gabung ekskul teater juga keputusan yg janggal. Jangankan main teater, bicara di depan kelas aja groginya amit2. Lutut gemetar. Lidah kaku. Keringat dingin. Tiba2 kebelet nges*ng. Nggilani lah pokoknya..

Tapi begitulah hidup. Tidak semua harus terjadi berdasarkan pertimbangan2 yg rumit dan bertele2. Yg terjadi, terjadilah.



Latihan
Salah satu bagian terberat dari pementasan teater sesungguhnya bukan saat pentas, tapi persiapan sebelum pentas, yaitu: latihan. Untuk pementasan berdurasi 30an menit, latihannya dimulai 2 sampe 3 bulan sebelumnya. Semakin dekat dgn hari H, latihan semakin intensif. Pulang sampe larut malam itu biasa. Kalo perlu menginap di sekolah.

Setiap aku pulang sekolah sampe larut malam gara2 latihan teater, orang tuaku hanya mengelus dada. Tapi begitu tiba waktunya terima rapot, dan melihat nilai2 yg memprihatinkan, elus dada tidak akan cukup. Harus ditambah dengan amarah dan ancaman. He..he..

Uncalan
Secara matematis, ikut teater Kedok itu rugi. Bukannya dapat honor, atau setidaknya uang transport-lah, tp malah tekor. Bahkan, untuk konsumsi pun sering harus pake duit sendiri.

Yg layak dikenang adalah metodenya.

Setiap sebelum latihan, salah satu anggota akan berinisiatif mengedarkan topi ke peserta latihan. Terkadang pake kardus. Setiap peserta latihan akan memasukkan uang, ada yang 5rb ada yg 10rb ada juga yg cuman seribu. Uang2 itu untuk beli konsumsi latihan.

Kedok menyebutnya uncalan, karena secara teknis, uang itu bukan dimasukkan ke topi/kardus, tapi diuncalno...

Mas Dayat
Orang ini adalah orang yg paling penting dan disegani di teater Kedok. Setidaknya di angkatanku, dan beberapa angkatan sebelum juga setelahku. Dia-lah yg membimbing teater Kedok di beberapa pementasan dan latihan rutin.

Dia adalah alumni, sudah berkeluarga, dan punya pekerjaan. Tapi dia, hampir setiap hari, apalagi menjelang pementasan, dari sore sampai malam, selalu datang ke sekolah untuk melatih anak2 Kedok, tanpa diberi uang transport apalagi honor yg layak. Malah, dia juga harus ikut uncalan.

Kadang aku berpikir, apa yg sebenarnya dia cari di Kedok?

Bagiku, dia tidak hanya memberikan materi latihan teater, tapi juga mengajarkan tentang prinsip2 berorganisasi, solidaritas, tanggung jawab, dan komitmen. Itu lebih penting dari sekedar pementasan, katanya.

Tanpa mengurangi rasa hormat pada alumni lainnya, Kedok harus menaruh rasa hormat padanya.

Ngringkesi kursi
Jika dikalkulasi, energi yg keluar dalam setiap latihan, hampir separonya digunakan untuk ngringkesi bangku kelas.

Sebelum latihan, bangku2 diseret/diangkat dan dikumpulkan di bagian belakang kelas. Semakin banyak space latihan yg dibutuhkan semakin banyak bangku yg harus direngkesi.

Kalo cuman dikumpulin ke belakang sih masih mending. Kadang bangku2 itu harus diangkat satu persatu ke ruang kelas lain. Berat 1 bangku sih cuman 10an kilo. Masalahnya, bangkunya ada 30an.

Masalahnya lagi, kadang ruang latihan yg dibutuhkan bukan 1 ruang kelas, tapi 3!

LDLK
Waktu itu, lomba drama lima kota (LDLK) adalah ajang paling bergengsi di kalangan orang2 teater di Jawa Timur, yg diselenggarakan setahun sekali. Pesertanya, sesuai namanya, dari lima kota di Jawa Timur. Mainnya di gedung teater paling bergengsi di Surabaya: Gedung Cak Durasim. Pesertanya bisa dari teater umum, teater kampus, atau teater sekolah. Pokoknya, teater apa saja boleh ikut.

Aku sempat merasa, lomba ini tidak fair karena "mengadu" teater sekolah (SMA) dengan teater kampus, bahkan dengan teater umum. Ini seperti mengadu Mitra Kukar dengan Manchaster City di stadion Ettihad.

Tapi mas Dayat gak pernah mempermasalahkan itu. Dia bilang "ah, belum tentu mereka lebih bagus dari kita". Itu lumayan memberikan ketenangan dan kepercayaan diri buat seluruh pemain dan kru. Aku juga.

Hasilnya, lumayan. Kedok dapat 2 penghargaan sekaligus: aktris terbaik dan penata artistik terbaik.


Komentar