Kereta Senja
Tentu aku tidak pernah tahu bagaimana suasana
stasiun pd saat jaman kompeni. Tapi menunggu kereta di stasiun tawang sore2
gini, rasa2nya seperti berada di jaman kompeni.
Bangunan stasiun yg jadul dan alunan lagu2
keroncong mendayu2, seakan2 hidup satu angkatan sama mbah gesang.
"...tanganmu
tak kanti, kowe ngucap janji, lungo mesti bali. Rasane ngitung nganti lali, wes
pirang tahun anggonku ngenteni. Ngenteni sliramu, neng kene tak tunggu nganti
sak elingmu..."
Naik kereta sekarang memang nggak kayak dulu,
lebih asik. Sekarang penumpang lebih diajeni,
mulai dari masuk stasiun hingga di atas kereta. Mulai dari ruang tunggu sampai
toilet. Mulai eksekutif hingga ekonomi. Dari Argo Anggrek hingga Matarmaja.
Banyak orang terkaget2 dengan perubahan itu.
Stasiun menjadi lebih bersih, tertata dan lebih nyaman. Dibandingkan dulu, bagi
konsumen kereta, perubahan ini luar biasa.
Rasa2nya itu dimulai sejak ada menteri yg
sukanya tiba2 datang ke stasiun trus ikut naik kereta, menyapu kereta, ngecek
toilet kereta hingga mandi di toilet stasiun.
Dulu, stasiun terasa kumuh. Kemrisek di ruang tunggu, berjubel di lorong kereta, berebut tempat
duduk, sampah berserakan dan toilet pesingnya luar biasa. Kini sudah tidak
begitu lg.
Jika perbaikan itu terus move on, rasa2nya gak lama lagi pelayanan stasiun akan menyamai
(atau bahkan melebihi) pelayanan bandara yang untuk untuk sekedar masuk dikenai
charge 40rb itu!
Gerakan tidak terduga dari pak menteri nampaknya
jauh lebih efektif daripada instruksi berbusa2 dr meja rapat. Gerakan itu punya
efek kejut yg rruar biasa!
Sejak saat itu, wajah stasiun2 semakin membaik.
Walaupun bagi beberapa orang perbaikan itu dianggap agak sadis buat pedagang
asongan atau orang2 yg selama ini berprofesi sebagai calo tiket.
Tepat jam 3 lewat 27 menit, keretaku tiba dari
jalur 3. Aku bergegas, diiringi lantunan suara petikan gitar kentrung dan bass
betot, diiringi vokal mendayu2.
"...daaa..dada
sayang. Daaa...slamat jalan.."
Komentar
Posting Komentar