Investasi Rumah Petak
Beberapa
waktu yg lalu aku ke ibukota, lewat di depan kompleks perumahan elit yg
belakangan kerap mengiklankan diri di tv2. Persis seperti yg terlihat di
iklannya: megah dan prestisius!
Rumah2
besar itu katanya hanya dihuni oleh 3-5 orang. Bahkan banyak rumah2 itu kosong,
hanya dihuni pembantu dan penunggu rumah. Mereka membeli rumah itu memang bukan
untuk ditinggali, tapi untuk investasi. Mereka berharap harga properti di situ
suatu saat nanti akan melonjak dahsyat, lalu dijual.
Tidak jauh dari situ, tidak sampai 1km, berjajar rumah2 petak yg dihuni ribuan atau mungkin jutaan orang. Jangankan mobil, penjual siomay pun kesulitan melalui gang2 sempit rumah2 itu.
Baju,
celana, daster, sempak, kutang, sprei, hingga kasur yg dijemur di depan rumah,
menambah kumuh perkampungan itu. Belum lagi bendera2 partai sisa pilkada
semakin membuat sumpek perkampungan itu.
Mereka
tidak punya penghasilan yg cukup untuk membeli rumah yg paling sederhana sekalipun.
Harganya terlalu mahal untuk gajinya yg hanya cukup untuk bayar uang kos, makan
dan membayar cicilan motor. Sisa sedikit buat beli pulsa.
Semakin
hari, mereka semakin tidak mampu membeli rumah, karena harga tanah (dan rumah)
melonjak jauh lebih tinggi dari kenaikan UMR.
Kenaikan
itu karena semakin banyak orang2 yg membeli rumah sebanyak2nya hanya untuk
berinvestasi. Banyak yg membeli tanah seluas2nya hanya untuk disimpan untuk
suatu saat nanti dijual dgn harga selangit.
Di
sisi yg lain, pada saat yg bersamaan jutaan orang benar2 membutuhkan tempat
tinggal yg layak dan terjangkau untuk bisa ditempati, bukan untuk investasi!