Cie...Cie...
Keluarga sudah tahu, terutama orang tua. Bukan sekedar tahu, tapi juga setuju. Tidak ada keraguan untuk segera mempercepat proses. Lebaran, 10 tahun yg lalu, sudah menjelang. Ini adalah moment yg tepat untuk memulai proses itu. Ini saatnya untuk memperjuangkan cinta. Cie..cie..
Dengan uang di dompet hanya cukup untuk berangkat, kuberanikan diri untuk minta ijin ke ibu-ku untuk pergi ke rumahnya Wa Icha di Raha. Target utama-nya sih minta tambahan uang untuk beli tiket pulang.
Ibu-ku setuju, bapakku tidak melarang. Berarti aman. Aku bisa berangkat, dan bisa pulang. Tapi aku tetap merahasiakan keberangkatan ini ke Wa Icha, biar ini jadi kejutan dan kelihatan romantis. Cie..cie..
Kupesan tiket berangkat beberapa hari setelah lebaran. Yg bisa kubeli adalah seat ekonomi penerbangan pertama jam 6pagi menuju Kendari, transit Makasar.
Singkat cerita, aku telah tiba di Kendari jam 1 siang. Aku langsung mencari kendaraan menuju pelabuhan. Ada taksi, ada carter mobil, ada juga ojek motor. Tentu saja, aku pilih ojek motor.
Seorang laki2 muda berseragam berjalan menghampiriku. Kukira petugas bandara, ternyata dia tawarkan ojek. Tawar menawar sedikit, kemudian deal 75rb. Kita berangkat.
Ternyata dia tidak langsung antar ke pelabuhan, tapi singgah ke rumahnya untuk ambil helm. Dia memang bukan tukang ojek profesional, masak biar helm dia tidak bawa...
Di rumahnya aku basa2i ngobrol dengan bapaknya, yang ternyata orang Kepanjen Malang. Basa2i-ku ternyata ditanggapi sangat serius oleh bapaknya. Mulai-lah dia cerita kenapa dia pindah ke Kendari. Panjang dan detail dia cerita, aku hanya mengangguk2.
Tidak terasa sudah lebih 1 jam aku ngobrol. Aku memaksa pamit untuk segera berangkat ke pelabuhan. Apalagi, aku tahu, pelabuhan jauh dari situ.
Sesampainya di pelabuhan, aku tidak melihat ada kerumunan penumpang meski kulihat ada kapal yg sandar di pelabuhan itu. Perasaanku mulai tidak enak.
Aku tanya petugas pelabuhan, dia bilang kapal baru saja berangkat. 10menit yg lalu. Terus dia bilang, besok pagi ada kapal lagi ke Raha.
"Terus kapal yg itu tidak berangkat?" kataku sambil menunjuk kapal yg sandar di pelabuhan.
"Itu lagi rusak, masih diperbaiki" katanya.
Aku putus asa. Si tukang ojek salah tingkah melihat aku putus asa, mungkin dia merasa bersalah. Kulihat dia berbicara dengan orang yg sedang memperbaiki kapal itu. Entah apa yg mereka bicarakan. Aku mulai berpikir untuk nggembel di pelabuhan malam ini sampai besok pagi.
Tidak lama, tukang ojek itu menghampiriku dengan semangat. "Kapal itu nanti malam berangkat ke Raha!" katanya penuh semangat.
"Jam berapa?" tanyaku.
"Tidak tau, tapi kapal itu pasti berangkat, karena kapal itu harus sudah standby di Raha besok pagi. Sekarang masih diperbaiki" terangnya.
Aku agak senang dgn kabar itu, karena kalaupun tidak jadi berangkat, aku sudah terlanjur menyiapkan mental untuk nggembel di pelabuhan.
Tukang ojek itu kemudian meninggalkanku dengan tidak lagi merasa bersalah, karena ternyata ada kapal yg akan mengangkutku ke Raha. Kubayar dia sesuai kesepakatan: 75rb.
Aku sendirian di pelabuhan, ditemani nyamuk2 nakal. Hingga jam 7malam, belum ada tanda2 kapal selesai diperbaiki, apalagi diberangkatkan. Aku semakin mantap untuk nggembel di pelabuhan.
Hingga kemudian, kira2 jam 8an aku diberitahu kalau kapal akan berangkat. Hatiku berbunga2, sambil membayangkan bakal nyampe Raha jam berapa? Juga membayangkan betapa terkejutnya Wa Icha melihat aku datang ke rumahnya tengah malam...
Kapal bermuatan 200an orang itu, berangkat hanya dgn 2 orang penumpang: aku dan seorang ibu2 yg membawa 1karung sandal japit. Ibu itu duduk dek atas, aku di dek bawah. Kulihat beberapa orang masih sibuk memperbaiki mesin, meskipun kapal sudah bisa jalan.
Malam yg cerah, langit bergemerlapan bintang, air laut begitu tenang. "Monyong, aku datang...!!"
Komentar
Posting Komentar