Pencitraan Dahlan Iskan

Pencitraan menjadi isu yg sangat populer paling tidak 5 tahun belakangan. Kata pencitraan kini berkonotasi negatif. Padahal, suka tidak suka, pencitraan adalah hal yg seribu persen halal dalam demokrasi.

Jadi kalo ada yg mempersoalkan pencitraan, sesungguhnya mereka sedang mempersoalkan demokrasi. Karena dalam demokrasi, apalagi di tengah masyarakat yg belum sepenuhnya rasional, pencitraan adalah sebuah keniscayaan. Democration is all about pencitraan!

Bahkan sesungguhnya kelompok2 oposisi juga sibuk melakukan pencitraan. Mereka tentu punya banyak agenda untuk mempertahankan atau meningkatkan citra partai atau tokoh2nya. Harapannya tentu saja memenangkan pertarungan politik pada saatnya nanti.

Namun pada akhirnya, rakyat-lah yg akan menilai apakah pencitraan2 itu adalah pepesan kosong atau tidak?


-----


Setelah SBY bertubi2 dituduh kerap bermain pencitraan, kini sosok Dahlan Iskan (DIS) yg bulan2an divonis gila pencitraan.

Ada banyak catatan media tentang aksi2 DIS yg sangat menarik perhatian publik, yg dianggap sebagai pencitraan. Mulai dari membuka paksa pintu tol, naik ojek, menyapu kereta, menginap di rumah penduduk, mandi di toilet stasiun hingga membersihkan toilet bandara.

Sebagian orang langsung jatuh hati, sebagian orang yg lain menganggap itu adalah lebay.

Aksi2 atraktif itu memunculkan sinisme bagi kalangan tertentu, termasuk kalangan politikus di DPR. Mereka menganggap DIS telah membajak jabatan menteri BUMN untuk misi pribadi (baca: politis).

Kemarahan orang2 DPR tersebut semakin hari semakin membesar, bahkan mulai mengorek2 'dosa2' DIS pada masa lalu, ketika menjabat direktur PLN.

Sebagai orang yg tidak punya back up partai politik dan tdk punya latar belakang politik, apa yg dilakukan DIS adalah keterlaluan beraninya!

Tapi nampaknya para politikus itu harus menimbang2 sekeras apa nanti pedal gas diinjak untuk menabrak DIS. Mereka sadar, jika pedal gas terlalu keras diinjak akan justru bisa meledakkan popularitas DIS di hati publik, sebagai tokoh yg teraniaya. Layaknya sinetron, peran2 teraniaya selalu mendapat simpati yang lebih besar dari rakyat yang memang gemar nonton sinetron.

Jika itu yg terjadi, justru mereka-lah yg membuka jalan bagi DIS untuk semakin populer di hati publik, yg pada akhirnya membuat DI semakin punya modal besar untuk maju sebagai kandidat presiden.

Tanpa itu pun, sebenarnya sosok DIS sudah terlanjur melekat di hati sebagian banyak orang sebagai karakter pejabat yg sederhana, pekerja keras dan merakyat.

Sebagai seorang menteri BUMN, kedekatan DIS dengan rakyat kecil memang unik. Mungkin baru kali dalam sejarah Indonesia, seorang menteri BUMN lebih akrab dengan masyarakat miskin ketimbang menteri kesejahteraan rakyat atau menteri sosial.

DIS telah memberikan referensi gaya kepemimpinan baru setelah sekian lama disuguhi gaya kepemimpinan narsis dan retorik.

Tapi jauh2 hari DIS telah menyatakan tidak berminat untuk nyapres, dia ingin fokus kerja, kerja dan kerja. Meskipun demikian, sampai hari ini tidak ada pernyataan eksplisit dari DIS menolak untuk di-capres-kan.

Kita tunggu saja apakah Tuhan akan menakdirkan DIS menjadi the next presiden atau tidak?


-------


Pencitraan yg dilakukan DIS berbeda dengan pencitraan yg dilakukan kebanyakan orang2 yang memang jauh2 hari terang2an memang mengincar jabatan presiden.

Ada yg gemar memberikan statemen bombastis di media massa (yang penting bombastis, masalah benar atau tidak masalah nanti), ada yg hobi menggugat pemerintah (padahal dulu dia bagian dari pemerintah), ada yg rajin pasang iklan tentang dirinya (maklum duitnya banyak), ada yg keranjingan memutar pidato2nya di stasiun tv (di stasiun tv miliknya sendiri), ada yg gemar pasang poster2 di jalanan (hanya itu yang bisa dia beli), dan seterusnya.

Tentu pencitraan2 itu adalah sah dan halal dalam iklim demokrasi.

Pencitraan yg dipilih DIS berbeda dgn pencitraan kebanyakan. Dia tidak berusaha menciptakan karakter pemimpin yg berpenampilan rapi, necis, bertutur lembut dan royal.

DIS memilih pencitraan dengan cara kerja, kerja dan kerja. Dengan pencitraan seperti itu, nampaknya DIS ingin menunjukkan bahwa kemajuan negeri ini hanya bisa tercapai dengan kerja, kerja dan kerja. Tidak ada waktu untuk santai dan mengeluh.

Pencitraan macam itu tidak saja mendongkrak popularitas DIS, tapi juga mengangkat kinerja perusahaan BUMN semakin kompetitif. Dan yg terpenting, pencitraan itu telah menjadi energi positif bagi banyak orang, terutama kalangan muda, untuk terus produktif.

Walaupun nanti akhirnya DIS nyapres, belum tentu rakyat mau memilih DIS menjadi presiden. Tapi paling tidak, pencitraan yang dipilih DIS lebih bermanfaat dan ada gunanya. 

Sayang sekali banyak tokoh yg lebih memilih pencitraan narsis.

Komentar