Kehormatan

Belum semua warung pecel di dunia ini aku pernah coba, tapi dari warung2 pecel yg pernah kucoba 30 tahun terakhir, pecel ketabang ini adalah salah satu yg terbaik. Paling tidak terbaik di kecamatan genteng ini.

Bumbu pecelnya, kulupnya, tumpangnya, tempenya dan peyeknya nyamleng. Pecel sebenarnya!

Masih jam 8, bisa lebih santai makan pecel sambil baca2 berita di HP. Untung aku punya BB full service. Terima kasih kantor, tapi lain kali Sams*ng SIII aja ya. Note juga gapapa...

Beritanya seru: "Kenal di facebook, kehormatan gadis direnggut 10 laki2"

Berita kayak begitu sudah sering terjadi, gak terlalu kaget. Aku meyakini kasus2 begitu tidak selalu 100% ceweknya yg salah, tidak juga 100% cowoknya yg bejat. Sering dua2nya punya kontribusi.

Tapi menurutku yg lebih perlu dikritisi dari berita2 macam itu adalah penggunaan kata 'kehormatan'.

'Kehormatan' di situ mengalami reduksi makna yg luar biasa, hingga tidak lagi mewakili makna kata 'kehormatan' yg sesungguhnya. 'Kehormatan' direduksi sedemikian rupa menjadi keperawanan.

Karena hanya merujuk pada keperawanan, maka otomatis laki2 tidak pernah dan tidak perlu punya 'kehormatan'.

Ini masalah besar!

Di satu sisi perempuan dituntut harus selalu bisa menjaga 'kehormatan'-nya, sedangkan laki2 diperbolehkan menggunakan 'ketidakhormatan'-nya kapan saja.

Kegagalan menjaga 'kehormatan' adalah aib seumur hidup bagi seorang perempuan. Sedangkan laki2 perenggut 'kehormatan' tidak pernah merasa kehilangan 'kehormatan'-nya.

Dalam kasus berita itu, yg dianggap kehilangan 'kehormatan' hanya pihak perempuan, sedangkan 10 laki2 yg jelas2 melakukan perbuatan yg tidak terhormat itu sama sekali tidak dianggap telah kehilangan kehormatan.

Ibu itu gimana sih, aku pesen yg gak pedes kok dikasih yg pedes.