Normal dan Tidak Normal LGBT

Seru ya, membaca, melihat, dan memperhatikan perdebatan ttg lgbt. Dua2nya punya argumentasi yg hebat. Ada yg pake dalil agama, ada yg sosial, psikologis, medis, budaya, antropologi, hingga sejarah.

Sebenarnya mudah bagi saya untuk tidak ikut2an berdebat tentang lgbt. Bukannya apa, saya tidak banyak tahu tentang lgbt meskipun saya pernah dekat dgn komunitas lgbt. 

Yg saya tahu, mereka itu kayak manusia pada umumnya. Kayak kita2 ini. Juga makan nasi, juga kentut, juga berkedip, juga bisa sakit hati, juga bentol2 kalau digigit semut rangrang. Memang sih ada yg lebay, tapi orang normal kan juga banyak yg lebay.





Kalau masalah orientasi seks, orang normal kan juga banyak yg tidak normal. Ada yg suka nggarap anak kecil, nenek2, bahkan ada juga kolu memperkosa mayat dan kambing.

Kalau masalah larangan agama, sebenarnya yg dilarang agama kan bukan cuma lgbt. Mencuri, korupsi, memperkosa, menganiaya, sirik, zina, dst- kan juga dilarang agama.

Sehingga, yg dianggap normal pun ternyata banyak yg melakukan hal yg tidak normal. 

Cak Nun benar, bahwa setiap manusia itu punya kadar maskulin (atau feminin) yg berbeda2 sejak lahir. Ada pria yg kadar feminin-nya lebih tinggi dari kadar maskulinnya. Atau juga sebaliknya. 

Pria yg kemayu sejak mbrangkang, atau perempuan yg tomboy sejak bau kencur: itu ada, nyata, dan: banyak. Itu menunjukkan bahwa gen ketidakseimbangan hormon adalah bawaan sejak lahir. Persoalan apakah gen penyimpangan ekspresi seksual juga dibawa sejak lahir, masih jadi misteri. Bisa iya, bisa tidak. Silahkan diperdebatkan...

Artinya setiap orang itu punya bobot ujian yg berbeda terhadap maskulinitas/feminitas-nya. Karena bobot yg berbeda itulah, marilah kita saling mengingatkan, dan menguatkan.

Bersyukurlah bagi orang yg dilahirkan pria dgn kadar maskulinnya tinggi, atau perempuan dgn kadar feminin-nya dominan. Dan janganlah mentang2 tidak punya masalah dgn maskulinitas/feminitas, lalu menghujat orang2 yg punya masalah dgn kadar maskulinitas/feminitas seenaknya, seolah2 mereka tidak layak hidup.

Saya bilang begini, bukan berarti saya mendukung dan melindungi lgbt ya. Bukan. Lgbt tetap harus dinormalkan, tapi caranya mbok ya jangan dgn: menghina, menghujat, atau membinatang2kan.

Jika itu yg dilakukan, saya kok berpikir itu malah membangkitkan solidaritas dan sentimen sebagai korban, yg membuat mereka semakin militan dan solid.

Lalu, caranya gimana?

Saya nggak tahu...

O iya, satu lagi. Itu yg suka saling menghina, menghujat, atau membinatang2kan gak semua berhubungan dgn idealisme-nya loh. Banyak yg begitu hanya karena proyek saja.

Kan nggatheli, ngomong dukur2 padahal cuman urusan proyek...

Komentar