Pertama-Pertama


Hp pertama
Aku termasuk orang yg terlambat punya hp. Teman2ku sudah banyak yg punya hp sejak tahun 2000, aku baru punya hp tahun 2003. Itu-pun hp lungsuran dari adikku.

Merk-nya Ericson A3618, casing biru. Konon, ini adalah hp pertama dgn layar berwarna. Sebenarnya sih yg berwarna hanya lampunya, bukan layarnya. Itu-pun cuma 4 warna: merah, kuning, hijau, dan, yg sering aku pakai: biru.

Hp pertamaku itu hilang dicuri maling. Aku sedih sekali waktu itu. Karena yg dicuri bukan cuman hp, tp juga dompetku dan duit untuk hidup 3 minggu. Dan yg paling menyedihkan adalah ini: dicuri tepat di hari ulang tahunku. Hu...hu...hu...

Aku harus menghimpun (maksudnya hutang) ke teman2ku hingga terkumpul uang 750rb. Setelah terkumpul, aku belikan hp seken yg sama persis dgn hp-ku itu. Bukan karena aku maniak dgn merek itu, tapi biar orang tuaku tidak tau kalau hp-ku hilang.

Naik pesawat pertama
Kira2 tahun 2005, aku ditugaskan untuk ikut pelatihan hukum di Palembang. Bukan pelatihan-nya yg bikin exiting, tapi naik pesawatnya. Maklum baru pertama.

Pesawat batavia, boarding jam 9 pagi. Aku nyampe di juanda jam 8an diantar temanku inoey (bukan nama sebenarnya) naik motor. Bukannya langsung cek in, inoey malah ngajak makan dulu. "Ah santai aja, masih lama. Makan dulu aja..." begitu katanya. Aku he eh aja, karena dia sudah pernah naik pesawat. Kirain memang masih lama.

Jam 9 aku masuk ke ruang cek in. Di loket cek in, "sudah terbang mas" kata petugas boarding.

"Jeddeeer!!" begitu bunyi hatiku.

Untung masih bisa dipindah ke flight besok pagi dengan pesawat yg sama, tapi kena charge tambahan. Bukan charge-nya yg paling menyakitkan, tapi diketawain orang2 sekantor. "Biasa naik bis sih..." begitu katanya.

Besoknya, ketika akhirnya bisa terbang, aku lampiaskan dendamku: boker di atas pesawat!

Kacamata pertama
Sebenarnya, aku sudah mulai merasa punya masalah dgn mata sejak SMP kelas 2. Aku tidak bisa melihat tulisan di papan tulis dgn jelas, kecuali duduk di bangku paling depan. Tapi aku tidak pernah bilang ke orang tua untuk dibelikan kacamata. Tidak berani.

Begitu aku masuk SMA, aku tidak punya pilihan lain kecuali minta dibelikan kacamata karena aku tidak bisa lagi memaksa untuk selalu duduk di bangku paling depan.

Kelas 1 pertengahan semester (1996) aku resmi berkacamata. Bertahun2 tidak berkacamata, lalu tiba2 berkacamata, rasanya agak aneh. Hidung rasanya ada yg ngganjel. Apalagi kalau makan mie rebus : (kaca) mata tiba2 burem.

Malam pertama
Malam pertama aku sudah lupa. Sudah lama sekali soalnya. Wong, waktu itu aku masih bayi...

Gaji pertama
Setelah berbulan2 beraktivitas di kantor Mawar (bukan nama sebenarnya), akhirnya pada September 2005 aku resmi diangkat menjadi volunteer. Jangan remehkan status volunteer, karena di kantor ini, volunteer adalah tulang punggung aktivitas sehari2. Krusial. Meskipun gaji bukan jadi tujuan utama, tapi aku selalu penasaran berapa kira2 gajinya ya... Kira2 bisa untuk dibelikan apa gitu... Hp-kah, sepatu-kah, laptop-kah...

Setelah beberapa waktu berjalan, waktu yg ditunggu2 pun tiba: gajian. Eng...ing...eng...

Amplop kubuka pelan2. Kulihat isinya. Kuambil isinya. Kuhitung. Mmm... 300rb. Aku hitung lagi, mungkin salah hitung. Ternyata tetap 300rb. Tidak salah lagi, gajiku sebulan ternyata: 300rb.

Alhamdulillah, gaji segitu cukup untuk beli makan lalapan lele untuk 10 hari. 20 hari berikutnya: pasrah pada illahi.



Sidang pertama
Aku dilantik jadi advokat bulan agustus 2007, tapi aku baru benar2 pegang kasus litigasi pada tahun akhir tahun 2008.

Kasus pertamaku adalah perkara pidana. Klienku adalah pengurus inti serikat pekerja, di perusahaan kimia asal korea di Pasuruan. Dia dituduh menggelapkan uang perusahaan untuk kegiatan serikat pekerja.

Sidang hari pertama, aku ingat betul, aku sidang sendirian disaksikan ratusan anggota serikat dan aktivis buruh. Mereka harus berdesak2 di dalam dan di luar ruang sidang. Beberapa wartawan jeprat2et dari luar jendela.

Mereka sangat berharap aku bisa membebaskan kawannya itu. Apalagi keluarganya. Mereka tidak tahu, ini adalah sidang pertamaku. Mereka juga tidak tahu, begitu sidang dimulai: lututku gemetaran. Therr...therrr...theerrrr...


Komentar

Posting Komentar