6 Tahun Putih Merah

Aku sekolah SD tidak jauh dari rumah. Kira2 78,5 meter dari pintu pagar rumahku. Kira2 karena jarak yg dekat itu wong tuwo-ku menyekolahkan aku di sekolah yg dulu banyak disebut sebagai sekolah inpres itu. Entah kenapa sebutan sekolah 'inpres' itu lebih terdengar seperti penghinaan, daripada kebanggaan. Padahal mestinya ini adalah kebanggaan karena sekolahku dibangun berdasarkan instruksi langsung dari presiden. He..he..

Mungkin itu karena sekolah inpres identik dengan sekolahan yg bangunannya asal-2an, tidak terawat, dan ketinggalan jaman. Sekolah sebelah yang juga dibangun di lahan yang sama, tidak begitu2 amat. Ini yang bikin minder

Beberapa kelas berdiri sangat reot, bertembok kayu papan lapis yg keropos dimakan rayap atau memang sudah keropos sejak dibangun. Meja kursi patah disana2i. Lantai berlubang dan berantakan, karena pecahan2 semen yg tidak kunjung diperbaiki.

Yang paling tragis adalah toilet.

Atapnya berlubang, temboknya penuh coretan. Lantainya ngecembeng air keruh, campuran antara air hujan, kencing, dan sisa air cawik.

Baunya? Puueesssiiiing!

Kloset wc coklat kehitam2an nyaris tidak pernah dibersihkan. Air yg tersedia sangat sedikit, gayung pun tidak ada. Karena air sedikit, arek2 (atau cuman aku?) lebih memilih menggunakannya buat cawik daripada untuk menyiram wc. He...he...he...

Maklum, toilet inpres!

-----

Diantara kira2 30an murid, aku termasuk murid yg biasa2 saja. Tidak punya prestasi, tapi juga bukan termasuk murid yg bandel. Ordinary studentTapi setidaknya aku pernah ditunjuk menjadi bendahara kelas waktu kelas 3. Waktu kelas 5 aku juga ditunjuk menjadi panitia pembagian zakat oleh Pak Nasrun, guru agama. 

Tapi syukurlah wong tuwo-ku gak pernah menuntut aku macam2 untuk memaksakan diri berprestasi di sekolah. Rangking gak rangking, sak karepmu. Makanya aku sangat menikmati sepanjang 6 tahun aku berseragam putih merah sekolah di sini.

Salah satu yg aku nikmati adalah cerita2 mukhsin tentang bis. Dari Mukhsin lah arek2 satu kelas tahu kalo ada istilah bis wedhok dan bis lanangKata Mukhsin, bis wedhok itu yg bagian depannya rata. Kalo bis lanang bagian depannya agak maju. Arek2 hanya mrengut2, membayang2kan bagaimana rupa bis2 yg ternyata punya jenis kelamin itu. Setiap dia pergi ke Mojokerto, selalu ada cerita yg baru tentang bis.

Di bawah pohon akasia yg akarnya menjulur2 keluar dari tanah, Mukhsin bercerita dengan sangat dekriptif dan hiperbola bagaimana serunya salip2an bis lanang dan bis wedhok di jalanan. Kadang bis wedhok yg menang, kadang bis lanang yg menang.

Sangking terlalu menghayati cerita mukhsin, terkadang sampai terbawa mimpi!

Cerita Hendro, meskipun tidak seseru cerita Mukhsin, juga bikin mringis. Ceritanya begini:

Kira2 kelas 4 di pelajaran PSPB (Pelajaran Sejarah Perjuangan Bangsa) kita sering dengar bahwa VOC datang menjajah indonesia karena memburu rempah2. Puluhan kali kata 'rempah2' itu disebut2 dalam pelajaran PSPB, tapi tidak ada satupun guru yang menjelaskan apa itu 'rempah2'. Tidak ada juga yg bertanya apa itu 'rempah2'?

Suatu pagi di bawah pohon akasia yg akarnya menjulur2 keluar dari tanah, entah dia baca buku apa, Hendro tiba2 bercerita kalo tugu monas itu terbuat dari rempah2!

Tidak ada yg membantah teori hendro tentang monas itu, karena tidak ada satupun yg tau apa itu rempah2. Aku jadi bergumam dalam hati "...ooo rempah2 itu sejenis bahan bangunan to...".

Beberapa tahun kemudian setelah arek2 tau apa itu rempah2, barulah arek2 menertawakan teori Hendro itu, dan membodoh2kan Hendro. Kalo teori Hendro adalah benar, mungkin monas adalah satu2 monumen di dunia yg dibangun dari merica, kemiri, dan ketumbar!

Satu lagi, tapi ini tentang Mukhsin lagi. Begini ceritanya:

Waktu itu ada ujian, kebetulan aku duduk sebangku dengan Mukhsin. Beberapa soal aku bisa jawab, dan jawaban itu aku kasihkan ke Mukhsin. Tapi ada satu pertanyaan yg aku tidak tahu jawabannya: "apa kepanjangan dari SLB?"

Wah, aku benar2 gak tau apa jawabannya. Arek2 juga gak ada yg tau jawabannya. Aku tanya Mukhsin, ternyata Mukhsin tahu jawabannya! Diam2 dia memberi contekan ke aku. Aku girang.

Dengan percaya diri aku menyombongkan ke arek2 "aku tahu kepanjangan SLB!"

"SLB itu sekolah luar biasa, he...he...he..." kataku bermaksud untuk menipu arek2.

Begitu guruku membahas soal2 ujian tersebut, ternyata kepanjangan SLB memang 'sekolah luar biasa'. Dan ternyata arek2 semua menjawab dengan benar, kecuali aku dan Mukhsin.

Aku dan mukhsin menjawab kepanjangan SLB adalah 'bakti asih'. Sial!

Belakangan aku tahu kenapa Mukhsin bilang SLB itu kepanjangan dari bakti asih. Ternyata tidak jauh dari rumahnya ada sekolah SLB. Di papan nama sekolah itu tertulis 'SLB Bakti Asih'. 








------

Arek2 langsung berhamburan keluar pagar menyerbu pedagang2 yg menjajakan dagangannya di luar pagar sekolah begitu masuk jam istirahat. Ada yg jual nasi kuning, es guder, es legen, pentol, juwet dan jajanan lainnya. Ada juga yg jual tulup, keong, kwartet sampai jual kolas. Dari kolas gambar, kolas sedotan, hingga kolas benang. 

Yg paling rame adalah penjual legen yg juga menjual pentol. Begitu jam istirahat, puluhan anak2 menyerbu minta dilayani. Pak legen dengan sabar melayani permintaan arek2.

"Lek, aku lek...wes ket maeng aku lek..."

"Lek susukku durung lek. Susuk satus lek..."

"Lek tambah maneh lek, sithik temen lek..."

Saking banyaknya yg harus dilayani, pak legen tidak lg sempat mencuci gelas. Gelas yg baru dipakai, langsung diisi lagi. Begitu seterusnya. Sangking banyaknya yg harus dilayani, pak legen tidak tahu lagi mana yg sudah membayar mana yg belum membayar. Rasa2nya banyak yg tidak bayar.

Ada satu lg pedagang yg sangat dikenal, yaitu Mak Gondok si penjual nasi kuning yg lehernya ada benjolan membesar seperti orang gondok'anAku tidak pernah diwanti2 ibuk-ku untuk tidak jajan di Mak Gondok, hampir setiap hari aku beli nasi kuning mak gondok. Rasanya lumayan, ada secuplik nasi kuning di atasnya ada suwir2 telur.

Favoritku adalah colak colek, sejenis pentol tapi pakai bumbu kacang. 100 dapat 5 pentol kecil di dalam plastik lalu dituangi bumbu kacang. Makannya pake sunduk biting. Jika beruntung dapat potongan daging imut di dalam pentol. Jajanan colak colek ini sekarang sudah punah, aku sudah tidak pernah melihat pedagang colak colek di SD manapun. Sayang, padahal rasanya maknyus!

Beberapa hari yg lalu kebetulan aku jalan lewat di depan sekolahku itu, persis waktu jam istirahat. Ada satu pedagang yg sampai sekarang masih jualan di situ, namanya Cak Pi'i.

Dulu dia menjual es guder, sekarang saya lihat dia menjual cireng dan sosis2an. Rasa2nya gerobak yg dipake jualan itu adalah gerobak yg sama dengan yg digunakan 20 tahun yg lalu!


-----

Diluar dugaanku, aku lulus dari sekolah itu dengan danem yg kompetitif. Lumayan, hanya beberapa digit dari anak yg paling rajin di kelasku: Berlian Aseani dan Kautsar Andri.

Paling tidak, dengan danemku itu, bapakku pede mendaftarkan aku di sekolah negeri. Tapi sayang, aku gagal masuk karena danemku tidak bs menjangkau danem terendah di SMP itu.

Kini sekolahku itu sudah tidak lagi disebut sekolah inpres. Semua kelas sudah bertembok kokoh dan berlantai keramik. Mudah2an toiletnya juga sudah tidak lagi 'inpres'!