Bu Risma, di sini aja...

Selamat pagi/siang/sore/malam (tlg disesuaikan kapan ibu baca surat ini ya..) bu Risma.

Ini surat saya yg kedua untuk ibu. Saya berharap ibu masih ingat saya. Saya Saiful bu. Itu loh bu, yg dulu minta agar patung Surabaya yg di mongkasel dibongkar. Meskipun permintaan saya yg itu belum ibu penuhi, saya tidak kapok mengirim surat buat ibu.


Ibu Risma yg baik. Saya sedih mendengar wacana ibu ikut pilkada di Jakarta. Sedih karena rasanya baru kemarin ibu berjuang untuk terpilih kembali menjadi walikota sampai tahun 2021.

Lebih sedih lagi, saya kok belum pernah melihat ibu serius 100% menolak. Ibu selalu menggunakan bahasa penolakan yg seperti pembalut: bersayap. Kayak2nya ibu menolak, tapi ibu menyiapkan sekoci yg kapan saja ibu bisa pakai sebagai apologi. "Saya serahkan pada keputusan partai", atau "saya pasrah apa kata bu Mega".

Bahkan, nyuwun sewu, saya terkadang bisa melihat raut muka dan gestur ibu yg sepertinya mau tapi malu2 tapi, maaf, kucing.

Jika ibu memang benar2 menolak, cobalah tengok cara walikota Bandung, yg jauh2 hari menyatakan benar2 menolak dan menutup semua pertanyaan dan peluang untuk bisa ditarik2. Tidak harus meniru persis, tp ketegasannya menolak bisa ibu jadikan inspirasi.

Ibu Risma yg baik.

Banyak yg bilang, Ahok itu gak jelek2 amat jadi gubernur Jakarta. Tapi banyak juga yg bilang buruk. Tapi bagi saya, bagus, setengah bagus, seperempat bagus atau jelek sekalipun; itu nggak ada urusannya dengan ibu.

Taruhlah Ahok itu jelek memimpin jakarta, ya silahkan saja diganti. Gantilah dengan orang yg tidak punya kerjaan, eh... urusan. Ibu kan masih punya urusan yg belum selesai di sini (di Surabaya maksud saya). Masih 4 tahun lebih lagi loh bu. 4 tahun itu waktu yg cukup untuk membongkar patung surabaya yg di mongkasel itu.

Saya berharap ibu tidak terlalu besar kepala dengan sanjung puji orang2 yg mau menarik2 ibu ke Jakarta. Secara substansi sanjung puji itu mungkin benar, tapi secara motivasi, saya sangat ragu itu adalah pujian yg tulus.

Perlu ibu sadari bahwa mereka yg getol menarik2 ibu ke Jakarta sebagian besar adalah orang2 ABAH, alias asal bukan Ahok. Bukan orang yg ingin benar2 memperjuangkan ibu. Apalagi mencintai ibu.

Perlu ibu ketahui juga, abah itu ada banyak macam2 bentuknya. Ada yg karena tidak suka gaya bicaranya Ahok. Ada yg karena kepentingannya terganggu. Ada yg karena punya calon sendiri. Ada juga yg, nah ini yg paling bahaya, karena ras dan agamanya.

Mereka tidak peduli apa resikonya buat ibu. Yg penting bagaimana caranya untuk menyingkirkan Ahok. Kebetulan, ibu dianggap orang yg secara popularitas dan elektabilita bisa menyaingi atau bahkan mengalahkan Ahok. Maka ditarik2lah ibu.

Motivasi yg begini ini berbahayyya loh bu. Sangking berbahayanya, y-nya sampai tiga kali. Ibu akan digiring pada pertarungan menang kalah, memperebutkan dan mempertaruhkan jabatan. Berebut jadi gubernur, dan mempertaruhkan jabatan walikota. Apakah itu yg ibu inginkan?

Ingat loh bu, ibu menang atau kalah di Jakarta, saya (dan orang2 surabaya) tetap akan bonyok. Karena begitu ibu memutuskan ikut pilkada Jakarta, saya langsung kehilangan walikota hebat seperti ibu.

Ibu Risma yg baik.

Saya kok yakin 100% ibu punya segala hal untuk mengalahkan Ahok. Yg saya gak yakin adalah nasib Surabaya nantinya. Jika ibu jadi jadi ikut pilkada Jakarta, maka yg jadi walikota Surabaya sudah pasti adalah wakil ibu yg sekarang.

Aduh ibu, please deh... Apa iya bliyo bisa jadi walikota kayak ibu.

Jangankan saya, ibu sendiri aja dulu gak yakin dengan bliyo itu. Sampe2 ibu nangis2 di TV, pake bilang mau mundur segala. Kan ibu berpasangan dengan bliyo itu setengah dipaksa. Iya to?

Mangkanya bu, please, jangan paksa saya untuk punya walikota kayak begitu. Ibu gak bongkar patung surabaya yg di mongkasel gak papa wes, asal ibu tetap di Surabaya ya...

O iya bu, mumpung saya ingat. Tolong ibu tidak usah terlalu genit dan reaktif menanggapi atau mengomentari apapun yg dibilang Ahok. Biarin aja dia mau ngomong apa. Kalaupun ada yg harus diklarifikasi, janganlah ibu yg bicara. Kalau ibu yg bicara, kesannya ibu membenarkan adanya dikotomi pertarungan Ahok vs ibu. Atau jangan2, ibu memang sengaja bermaksud seperti itu?

Ok, begitu dulu ya bu. Kapan2 kita sambung lagi. Kalo ada waktu, monggo mampir ke rumah. Nanti sy belikan terang bulan isi pisang susu. Enak lho itu bu..

Da da



Komentar