Pantura oh pantura

Matahari nampak lebih besar dari biasanya. Warnanya kemerahan sendu, menjelang menyentuh batas horison perbukitan di ujung barat.

Beberapa truk gandeng dan bis antar provinsi melaju dengan ganas. Kadang menyalip, kadang tersalip. Kadang ke kanan, kadang ke kiri. Debu2 jalanan berhamburan oleh deru roda2 ksatria2 pantura.

Petani garam mengangk...hadeew...ketutup truk!
Dari balik kaca mobil kuamati kesibukan petani2 garam yg asik memanen hasil jerih payahnya, lalu memasukkannya di karung2 plastik berwarna biru.

Aroma amis lautan dapat tercium, meski pintu kaca tertutup rapat. Debur ombak samar2 terdengar, mengalun bagai lagu pengantar tidur.

Angin berhembus sepoi2 semilir terasa begitu dingin, menembus kulit hingga ke tulang. Tidak seperti biasanya udara pantura sedingin ini, apalagi matahari masih memancarkan sinar teriknya. Oooo...salah...ternyata AC!

Mata masih terjaga, meski jiwa sudah separuh terlelap, menanti batas kota yang sedari tadi tak kunjung menyapa.

Halllaaah, nggedabrus!

Aku cuman mau nulis:
Sore2 menyusuri pantura, ngantuk tapi gak iso turu!


Komentar